Tim Gabungan Independen Pencari Fakta telah melaporkan hasil investigasi terkait penyebab terjadinya tragedi kanjuruhan. Gas Air mata menjadi penyebab terjadinya tragedi tersebut hingga ratusan nyawa melayang.
Pimpinan TGIPF, Mahfud MD, menyimpulkan bahwa pihak kepolisian melakukan tembakan gas air mata secara membabi buta ke arah lapangan, tribun, hingga luar lapangan.
Menurut hasil investigasi mereka kejadian yang tejadi pada tanggal 1 Oktober tersebut lebih mengerikan dibanding yag beredar di media massa. Kekacauan pun  terjadi setelah gas air mata ditembakan.
"Krisis terjadi setelah ada gas air mata dilempar ke tribun," ujar Mahfud MD pada konferensi pers TGIPF yang dilaksanakan pada 14 Oktober 2022 kemarin di Istana Negara.
Jika melihat pada aturan FIFA, seharusnya pihak kepolisian tidak boleh menebakan gas air mata di area stadion. Dalam aturan FIFA, gas air mata tidak boleh ada pada pertandigan sepak bola.
Tragedi Kanjuruhan bukanlah kejadian yang pertama kali, penggunaan gas air mata untuk melerai kerusuhan supporter di stadion sudah terjadi di tahun 1997 pada laga antara Mitra Surabaya melawan Bandung Raya.
Pada tragedi 97 itu, beberapa pemain merasakan efek tembakan gas air mata tersebut hingga pertandingan tersebut sempat dihentikan sementara. Empat tahun berselang kejadian seupa terulang pada laga Persib vs Persija pada LIGINA 2001.
Bukannya belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah terjadi, pihak kepolisian terus mengulang tindakan tersebut pada saat sepak bola Indonesia. Stadion Kanjuruhan pun sudah dua kali merasakan bagaimana pengapya efek gas air mata.
Menurut beberapa supporter di media sosial, polisi seharusnya bisa meggunakan water cannon atau anjing pelacak jika kerusuhan terjadi. Namun, gas air mata sepertinya sudah menjadi senjata pamungkas bagi pihak kepolisian untuk melerai aksi kerusuhan.
Dalam situasi pengendalian massa, sebenarnya gas air mata tidak mematikan dan ia dikategorikan non lethal. Akan tetapi, meskipun tidak memtaikan, gas air mata juga tidak berarti tidak bisa membuat orang merenggang nyawa.