Sekolah Telah Melahirkan "Bangsawan Baru"
Tema yang diusung pada peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2024 adalah "Bergerak Bersama, Â Lanjutkan Merdeka Belajar". Tema tersebut mengajak seluruh elemen bangsa, dari mulai pendidik, peserta didik, sampai masyarakat luas, agar saling membantu untuk mewujudkan transformasi pendidikan di Indonesia.
"Merdeka Belajar juga memberi kesempatan yang lebih luas bagi siswa dalam mengeksplorasi minat dan bakat. Mereka dapat memilih jalur pendidikan yang sesuai". Ini diharapkan menumbuhkan semangat belajar dan mengakselerasi kemajuan bangsa.
Tentu, setiap orang berhak mendapat pendidikan yang layak. Dan sudah seharusnya semua pihak bergerak bersama untuk melanjutkan merdeka belajar yang telah digagas pemerintah.
Merdeka belajar adalah sebuah gerakan yang menitikberatkan pada kemandirian belajar peserta didik. Pendekatan tersebut untuk mendorong peserta didik agar aktif, kreatif dan kritis dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut sejalan dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara untuk menciptakan generasi bangsa yang mandiri, cerdas, dan berkarakter mulia.
Namun sebuah pertanyaan menggelayut, ketika sekolah di pandang sebagai segala-galanya, maka akal kita tidak mempunyai rangkapan-rangkapan. Dan pada saat yang sama, sekolah pun diberi makna dengan indek prestasi dan apalah namanya, karena saking banyaknya makna atau ungkapan dalam dunia Pendidikan, dan ini merupakan Pekerjaan Rumah.
Bahkan lebih dari itu, sekolah pada akhirnya dipandang sebagai pabrik yang akan melahirkan manusia sebagai "bangsawan baru" dengan sederet gelar akademik.
Tercatatlah dalam sejarah, di sebuah aula Universitas Canada, berlangsunglah upacara wisuda. Salah satu acara upacara wisuda adalah pemberian penghargaan kepada lulusan terbaik dengan nilai tertinggi. Tiba-tiba aula menjadi gemuruh, sesuatu yang luar biasa terjadi, ketika Rektor hendak menjabat tangan mahasiswa terbaik itu, dia malah merobek ijazahnya diahadapan guru besarnya.
Kenapa kamu robek ijazah itu? Tanya guru besarnya. Mahasiswa itu menjawab, "Tuan-tuan hanya mengisi otak kami dengan ilmu, tetapi tidak memberikan cinta".
Pertanyaannya kemudian, apa sekolah tidak diperlukan lagi? Jika  orang tua setiap pagi "menggiring" anaknya pergi kesekolah mengayunkan langkah penuh gelora dan harapan, untuk meniti masa depan yang panjang?