Seorang kawan tergopoh-gopoh ketika bertemu, diperempatan pasar untuk mengambil uang di bank, katanya pencairan sertifikasi. Ketika ditanya kenapa harus meninggalkan anak didik di sekolah hanya untuk mengambil uang sertifikasi?
Bukankah memberikan pelajaran kepada anak didik sangat penting? Bukankah mengambil uang di bank bisa kapan saja? Atau fenomena meninggalkan anak didik sudah hal biasa?  Belum lagi fenomena  "malas belajar" dan "malas mengajar".
Sertifikasi sekarang ini bagaikan  anak gadis yang dipuja. Betapa tidak? Beberapa  tahun kebelakang, sertifikasi hanya bualan kosong tanpa makna. Tapi sekarang? Sertifikasi sudah merubah wajah guru kita yang muram menjadi sumringah, yang miskin menjadi kaya.
Berapa besar gaji yang dibutuhkan agar  bisa menghadapi  murid di kelas? Berapa besar tunjangan yang diperlukan untuk bisa sepenuh hati membersihkan ingus murid-murid di TK?Â
Guru yang mengajar dengan mental seorang pendakwah, bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapatkan upah bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan energi cadangan agar tetap lembut menghadapi murid yang membuat kening berkerut.
Pemerintah sudah sedemikian sadar, bahwa guru adalah penentu utama kemajuan suatu  bangsa. Semoga guru kita semakin hari semakin sejahtera.
Tiba-tiba saya teringat pada kata-kata Pangeran Hirohito, ia tidak mencari tahu berapa tentara yang tewas. Keingin tahuannya adalah berapa guru yang masih hidup.Â
Hirohito meyakini bahwa harta yang tersisa ada pada bulir-bulir ilmu pengetahuan yang ada di kepala para guru yang masih hidup.Â
Mantan presiden Amerika John F. Kenedy melemparkan tanya pada bangsa "what wrong with our classrooms?" pertanyaan itu pun seperti melecut bangsa Amerika Serikat untuk berbenah diri dalam menata pendidikan. John F. Kenedy yakin bahwa guru merupakan pemegang simpul utama dalam kemajuan.
 "No teacher, No Education" demikian Ho Cin Minh  Presiden Vietnam merasa kagum pada guru. Pernyataan tersebut dijadikan pondasi dalam membangun negerinya, dimana guru sebagai sentralnya.
Bagaimana dengan Indonesia? Sejatinya para pejabat dan petinggi negeri kita mengucapkan "guru, Â ijinkan aku malu padamu".Â