Mohon tunggu...
Muhamad Anzja Chabbani Istala
Muhamad Anzja Chabbani Istala Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

a Geologist - UGM - TarNus 20

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Zona 2 PPDB Online, Sistem yang "Kurang" Berkeadilan

13 Juni 2019   21:04 Diperbarui: 25 Juni 2019   06:01 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengumuman kelulusan jenjang SD, SMP, hingga SMA telah usai. Kini saatnya mereka berjuang untuk masuk ke jenjang berikutnya.

Ada yang spesial bila kamu, anak anda, atau saudara anda yang ingin melanjutkan ke jenjang SD, SMP dan SMA. Mungkin bukan barang spesial lagi untuk anda yang sudah mengenal sistem PPDB atau berpengalaman dalam mengikuti sistem PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) untuk jenjang SD, SMP, dan SMA.

Seperti kita ketahui bersama tahun  ini pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan kembali menerapkan sistem PPDB dengan sistem zonasi. Celotehan saya kali ini mungkin akan spesifik kepada PPDB tingkat SMP yang mana banyak dari keluarga saya yang akan masuk ke jenjang SMP pada tahun ini. Kepentingan? Ya, saya menulis ini memang penuh dengan kepentingan... Kepentingan kita bersama tentunya.

Banyak dari saudara-saudara kita di luar sana yang pasti DIUNTUNGKAN dengan keberadaan sistem PPDB ini. Bagaimana bisa?

Tahun ini, PPDB menerapkan 3 jalur pendaftaran ke jenjang SMP yaitu jalur zonasi (kuota 90%), jalur prestasi (5%), dan jalur zonasi untuk yang orang tuanya berpindah tempat karena berdinas di suatu daerah (5%). Studi kasus ini mungkin hanya berlaku di Jawa Tengah, daerah lain kuota mungkin bisa berbeda. 

Nah, apa yang membuat PPDB ini MENGUNTUNGKAN?

Sistem zonasi ini tentu sangat menguntungkan bagi mereka yang memiliki rumah dekat dengan sekolah dengan fasiltas yang baik dan memadai. Zonasi mengusung tema jarak, dimana syarat pendaftar harus memiliki jarak rumah ke sekolah kurang dari 6 km. Di luar jarak itu maka "bisa" mendaftar melalui jalur prestasi yang kuotanya hanya 5%. Dalam jarak 6 km itu dibagi menjadi 2 zona, yaitu zona 1 dan zona 2. Betapa beruntungnya mereka yang tinggal di zona 1 karena sudah pasti kemungkinan lolosnya jauh lebih besar, bahkan bila zona 1 sudah terpenuhi otomatis zona 2 tidak akan pernah tersentuh. 

Dilema Zona 2 PPDB...

Bayangkan kalo anak anda berada di zona 2 hampir di semua sekolah negeri yang ada di sekitar anda. Kira-kira apa yang akan anda lakukan? Pasrah menunggu takdir Yang Maha Kuasa. Zona 2 adalah zona tanggung, zona bayangan, dan mungkin zona ilusi untuk anda yang populasi penduduknya besar dan sangat mungkin dalam satu sekolah cukup terpenuhi dengan anak-anak di zona 1 saja. PPDB tahun ini menurut opini pribadi saya secara terbuka saya katakan tidak berkeadilan. Berikut alasan saya mengapa saya bisa berasumsi seperti itu :

1. Zonasi Murni

Sistem penilaian berdasarkan jarak saja tentunya akan menyulitkan mereka yang berada di zona 2 atau bahkan jauh dari semua sekolah. Mungkin anda akan bercakap "ya masuk lewat jalur prestasi saja". Jawaban saya, sudah dapat dipastikan dengan kuota 5% jalur prestasi, pendaftarnya akan jauh lebih banyak dibanding jalur zonasi. Artinya kemungkinan lolos juga menjadi jauh lebih kecil kecuali anak anda memiliki prestasi tingakt nasional atau internasional. Selain itu jalur prestasi dikhusukan bagi mereka di luar jarak 6 km. Dilema bukan untuk yang rumahnya di zona 2....

2. Nilai USBN Tidak Ada Artinya

Dengan berlakunya jalur zonasi kuota 90% ini tentunya nilai-nilai yang diperjuangkan selama SD dan ujian nasional menjadi unfaedah dan tidak berguna secara langsung untuk dipakai ke jenjang berikutnya. Padahal mereka belajar siang malam demi mendapatkan hasil yang terbaik dan ilmu yang terbaik supaya bisa melanjutkan ke sekolah yang diinginkan (bukan dibatasi oleh jarak).

3. Si Malas Bodoh untung, si Rajin Pintar bangkrut

Bagaimanapun jalur PPDB jelas menguntungkan bagi anak-anak malas yang akhirnya bodoh yang rumahnya dekat dengan sekolah dengan fasilitas yang baik. Dan... tentunya sangat merugikan untuk anak-anak rajin yang akhirnya cerdas yang ingin mendapatkan sekolah dengan fasilitas yang baik. Bagi anda yang tidak setuju dengan pernyataan bodoh dan pintar itu urusan anda. Realitanya memang tidak semua anak bodoh dan tidak semua anak pintar. Pintar dan bodoh salah satu faktormya tentu karena rajin belajar dan malas belajar. Omong kosong kalo masih ada yang bilang semua anak pintar. Nyatanya banyak anak yang pemalas yang akhirnya bodoh kan...

4. Fasilitas Sekolah Masih Sangat Timpang Antar Sekolah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun