"Maka barangsiapa yang berlindung dari perkara yang syubhat, sesungguhnya ia telah menjaga kesucian agamanya dan kehormatannya, dan barang siapa yang kena pada perkara syubhat, maka ia telah terkena pada haram" (Shahih al-Bukhari, no. 2051)
Hadits diatas menjelaskan bahwa orang yang berlindung dari perkara syubhat, maka ia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya. Juga secara sekaligus ia telah berlindung dari perkara yang haram. Jika melihat haditsnya secara lengkap, hadits ini menjelaskan bahwa halal itu jelas dan haram juga jelas, sehingga jika tidak diketahui halal dan haramnya maka itu adalah syubhat. Syubhat ini bukanlah hukum, melainkan keadaan. Artinya syubhat adalah perkara atau keadaan yang belum jelas terkait halal dan haramnya.
Tentunya, syubhat adalah keadaan yang harus dihindari, karena siapa saja yang terkena pada perkara syubhat maka ia telah terkena pada haram. Mengenai syubhat ini, Rasulullah menjelaskan :
"Tidak mengetahuinya kebanyakan orang-orang".
Menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, yang disebut syubhat itu adalah sesuatu yang status hukumnya tidak diketahui. Disebutkan hadits tersebut 'oleh orang-orang' karena orang-orang keumumuman/awam akan sering menemukan perkara yang syubhat, yang bagi ulama sangat mungkin tidak syubhat. (Fathul-Bari kitab al-iman bab fadli man man-istabra'a li dinihi)
Orang-orang yang menjauhi keadaan syubhat ini dalam istilah agama disebut dengan wara'. Wara' berasal dari bahasa arab yaitu yang bermakna wara', alim, takwa, saleh. (Kamus Al-Ma'any) Sedangkan menurut Imam al-Jurjani Wara' adalah :
"Wara' adalah menjauhi perkara-perkara yang syubhat karena takut terjurumus ke dalam haram". (At-Ta'rifat, hlm. 84)
Wara' itu sendiri, termasuk kepada salah satu dari empat asas-asas Islam. Asas-asas islam yang dimaksud adalah (1) meluruskan niat, (2) meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat, (3) bersikap wara', (4) mencintai sesama atau ada yang menyebutkan zuhud di dunia. Oleh karena itu, menurut Dr. Nashruddin Syarief, wara' mutlak diamalkan. Menjauhi syubhat itu mutlak dilakukan. Karena syubhat = haram. Mendekati syubhat = mendekati haram. (Ar-Risalah, hlm. 19)
Maka, seorang muslim sudah seharusnya mengamalkan wara' ini, dalam artian menjadi manusia yang wara'; selalu hati-hati terhadap sesuatu yang belum jelas halal haramnya. Sehingga jika ada satu amalan yang diragukan dan dipertentangkan hukumnya, maka langkah tegasnya adalah meninggalkannya. Bukan status "siapa tau ini halal" yang diperhatikan, tapi "bagaimana kalau ini haram" yang harus diperhatikan. Karena mengamalkan sesuatu yag haram sudah jelas dosanya. Sikap wara' ini tentunya sangat berkaitan erat dengan iman. Itulah mengapa Imam al-Bukhari memasukkan hadits diatas ke dalam kitab al-Iman. Menurut Ibnu Hajar, karena kesempurnaan iman seseorang tidak akan tercapai jika belum menyertakan wara'.
______________