Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur, pernah berkata bahwa hanya orang bodoh yang mau meminjamkan bukunya. Dan hanya orang gila yang mau mengembalikan buku yang sudah dia pinjam. Perkataan presiden keempat ini tentunya memiliki makna tersirat di dalamnya.Â
Terlepas itu bercanda atau bukan, tapi dia telah mengingatkan bahwa buku adalah sesuatu hal yang penting dan berharga, sehingga sayang sekali jika buku itu dipinjamkan atau dikembalikan setelah selesai dipinjam.
Buku bukan hanya jendela dunia, tetapi ia juga adalah semesta dan cakrawala dunia.Membaca buku harus menjadi satu hal yang wajib dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga buku itu diibaratkan oksigen, yang jika kita tidak hirup itu rasanya sesak sekali.
Menurut Najwa Syihab, bisa membaca buku dan suka membaca buku itu adalah dua hal yang berbeda. Orang yang suka membaca buku sudah pasti bisa membaca, namun orang yang bisa membaca buku belum tentu ia suka membaca. Artinya banyak sekali orang yang bisa membaca, tapi tidak mau menggunakan kemampuan membaca itu untuk suka membaca.
Ibnu sinna pernah berkata bahwa semakin bertambah bacaan dan informasi yang kau dapatkan, akan semakin luas kapasitas otakmu. Artinya membaca bukan hanya dapat meluaskan pengetahuan dan wawasan saja, tetapi mampu meluaskan kapasitas otak kita juga. Maka dengan membaca, kita dapat mengenal dunia, dan menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan serta wawasan yang luas.
Dalam al-Qur'an surat al-Alaq ayat satu pun, manusia diperintah untuk membaca. Mengenai Surat al-Alaq ayat satu ini, Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa diantara kemurahan Allah swt adalah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.Â
Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu. Dan ilmu merupakan bobot tersendiri yang membedakan antara Abul Basyar (Adam) dengan malaikat. Ilmu itu adakalanya berada di hati, adakalanya berada di lisan, adakalanya pula berada di dalam tulisan tangan.Â
Berarti ilmu itu mencakup tiga aspek, yaitu di hati, di lisan, dan di tulisan. Sedangkan yang di tulisan membuktikan adanya penguasaan pada kedua aspek lainnya, tetapi tidak sebaliknya. (Tafsir Ibn Katsir)
Hal tersebut menunjukkan pula bahwa ilmu itu tidak lepas dari namanya Membaca. Ilmu terlahir dan hadir dalam diri kita dari kegiatan Membaca. Jika tidak ada kebiasaan membaca, maka jangan berharap ilmu lahir dan hadir dalam diri kita. Dan jika tidak ada Ilmu dalam diri kita, jangan berharap kita dikatakan sebagai manusia.
Tidak mempunyai buku, sudah bukan lagi menjadi alasan. Kita bisa meminjam kepada teman, kerabat guru atau perpustakaan sekalipun.Â
Harga buku pun, jika masih dijadikan alasan, maka --sebagaimana yang dikatakan Prof. Dr. Fahmi Zarkasyi tadi, itu artinya orientasi otak tidak diprioritaskan daripada orientasi yang lainnya.