Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Sejenak Bersama Jiwa (2)

19 Juni 2023   07:00 Diperbarui: 19 Juni 2023   07:03 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Banyak kalangan dari diri kita selalu memegang teguh atas segala pengetahuan yang digunakan sebagai pemahaman untuk kehidupan yang didasarkan atas hal-hal yang bersifat empiris. Realitas wujud dan dapat dibuktikan secara materi dengan pengujian-pengujian tertentu yang menunjukkan kebenaran serta dapat diterima umum adalah bentuk dari pengalaman empiris. Hal ini dikarenakan pengalaman empirislah merupakan salah satu jalan untuk menemukan pengetahuan.  

Padahal mungkin diri kita tahu bahwa pengalaman yang mencakup pada aspek esensi dan cakupannya sebetulnya membawa atau menunjukkan kebenaran yang menjadi kebenaran hakiki.  Memang hal ini tidak dapat di lihat dari wujudnya melainkan hanya hasil dari kerja potensi pikir dan wilayah rasionalitas yang dimiliki oleh setiap insan manusia.  Namun karena kepemilikan pemahaman pengetahuan yang sempit mengenai empiris maka pengalaman yang demikian dikatakan bukan sebuah hal yang ilmiah dan tidak pas kalau digunakan sebagai sumber dari pengetahuan.

Maka ketika dihubungkan dengan pengetahuan yang berhubungan dengan jiwa kebanyakan dari diri kita akan merasa mengalami kesulitan untuk menjawab.  Karena jiwa hakekatnya bukanlah sebuah hal yang dapat diukur dengan materi walaupun keberadaannya atau esensinya sangat jelas.  Dan mungkin pengetahuan tentang jiwa yang menjadi pegangan sekarang adalah sebuah pemahaman yang keliru atau salah tentang hakekat dari jiwa itu sendiri.

Pengetahuan yang berkembang sekarang mengatakan bahwa jiwa memiliki hubungan dengan raga manusia.  Pendapat ini berarti bahwa jiwa berada dalam (ukuran) materi dan disandarkan pada sesuatu yang menjadi tempat tinggalnya.  Maka ketika ditanya dimanakah jiwa manusia itu sendiri akan kebingungan diri kita dalam menjawab pertanyaan tersebut.

Kondisi diri yang mengalami kebingungan ini mungkin tidak akan terpecahkan manakala masih selalu berpegang teguh pada makna "empiris" yang selalu menjadi jalan untuk menemukan pengetahuan.  Karena jiwa adalah abstrak yang "mungkin" tidak dikategorikan dalam obyek pengetahuan maka "mempersepsikan" adalah hal sederhana untuk mendefinisikan menjadi sebuah pengetahuan.  Namun persepsinya disandarkan pada dalam materi dan disikapi dengan "sesuatu". 

Kekeliruan diri kita selama ini adalah dalam mempersepsikan jiwa yang sebetulnya bersifat immaterial ini yang dirubah dengan materi adalah sebuah langkah yang kurang tepat.  Maka pengetahuan yang di dapatpun dan digunakan untuk mengenal manusia sempurna adalah dalam ukuran materi.  Padahal jiwa adalah hal bersifat immaterial yang seharusnya menjadi pengetahuan benar dan digunakan dasar diri untuk mampu hidup yang benar di dunia ini.

Maka kesadaran perlu ditumbuhkan agar diri mampu menemukan pemahaman yang benar tentang pengetahuan jiwa manusia. Dan dibutuhkan sebuah keberanian untuk mengubah cara memperoleh pengetahuan dengan membuka dan berbesar hati bahwa aspek esensi beserta cakupan adalah bagian dari jalan untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki.  

Memposisikan Jiwa Dalam Diri Manusia

Seperti dalam artikel sebelumnya ( Sejenak bersama jiwa) bahwa jiwa adalah merupakan bagian dari pemberian Sang Pencipta kepada manusia yang ditiupkan kepada setiap diri insan yang hidup di dunia ini.  Jiwa adalah benih kehidupan yang bersifat immaterial yang dapat tumbuh dan berkembang dengan memiliki asupan non materi juga.  Tumbuh dan berkembangnya jiwa inilah sebetulnya menjadikan diri akan menjadi manusia yang berpotensi menjadi khalifah di muka bumi.

Asupan non materi  merupakan  segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang benar dan tidak berorientasi pada hal-hal yang bersifat material.  Maka timbul pertanyaan dalam diri kita apakah ilmu yang kita pelajari sekarang dan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari sudah lepas dari hal-hal yang bersifat materi? Dan apakah sebetulnya ilmu pengetahuan yang bisa masuk dalam kategori dalam asupan non materi ini?

Pertanyaan pertama pasti akan diri jawab "belum".  Karena apapun yang diri pelajari sekarang ini masih berorientasi pada hal yang bersifat materi dan selalu berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi keinginan hasrat dan kuasa diri kita sebagai manusia.  Termasuk di dalamnya adalah belajar ilmu agama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun