Pertama, Memahami Tujuan. Â Memahami tujuan adalah kunci pertama diri dalam melakukan sebuah aktivitas dan ibarat sebagai sebuah motivasi yang tertanam di dalam niat. Â Ketika diri tak memahami tujuan maka ibarat diri terseret dalam arus yang memiliki arah yang sama di akibatkan diri tak memiliki pemahaman akan tujuan yang dimiliki.
Memahami tujuan tergantung pada kemampuan yang diri miliki dan masing-masing akan mempunyai kehendak yang sama. Â Tingkatan pemahaman tergantung pada lima hal yang sudah di bahas dalam (Mutiara puasa: Jalan Menuju Yang Tercinta) yang semuanya akan mempengaruhi pada niat yang tertanam dalam diri manusia. Â Kelima tingkatan tersebut akan mempengaruhi "kerja" diri dalam beraktivitas dan juga berpengaruh terhadap hasil yang dicapainya.
Memahami tujuan yang komprehensip haruslah mencapai pada level kelima pada diri manusia. Â Namun bukanlah hal yang mudah tapi bukan juga hal yang sulit untuk dicapai terlebih di bulan yang dimudahkan seperti ini. Â Janganlah diri membatasi kemampuan sebagai manusia, karena diciptakannya diri adalah sebagai manusia yang sempurna dengan kelebihan yang tidak terbatas.
Ketidak terbatasnya ini karena diri selalu membatasi diri dengan logika pikir (perasaan) yang selama ini selalu menjadi prioritas pertimbangan diri dalam beraktivitas. Â Ibarat diri melupakan hadirnya Sang Pencipta dalam kehidupan akibat indra terpenjara oleh hal-hal yang bersifat pertimbangan material saja. Â Padahal unsur non materi (ruhuniah) adalah sebuah bahan bakar kehidupan diri yang mampu menembus batas-batas materi.
Kesadaran dalam memahami ini akan membuka niat tulus yang ada dalam diri manusia. Banyak contoh yang tidak perlu diri sampaikan agar diri kita mampu memahami secara spesifik kemampuan dan kendala yang mungkin dimiliki namun tetap menjadikan tujuan hidup tercapai. Â Campur tangan Sang Pencipta yang ternyata ada dalam kehidupan sehari-hari seolah dilupakan dengan ego eksistensi diri.
Kesadaran perlu dimunculkan dalam kehidupan diri agar hidup tidak selalu terpenjara dalam pikir dan perasaan yang selama ini menjadi kerangkeng kehidupan kita.  Membangun kesadaran yang tinggi di bulan yang dimuliakan ini agar diri dimudahkan mencapai tujuan dalam kualitas dan bukan dalam kuantitas tujuan dari baca  atau tadarus.
Kedua, Memahami apa yang dibaca. Pemahaman kegiatan tadarus adalah membaca Buku Panduan yang diberikan oleh Sang Pencipta (Al Qur'an). Â Orientasi yang hanya sekedar membaca pada satu buku tersebut menjadikan diri seperti berlomba untuk segera menyelesaikan. Â Sehingga menjadikan diri kadang secara serampangan membaca tanpa mengenal atau memahami apa yang dibaca
Ibarat sebuah bacaan asing yang menggunakan bukan bahasa diri kita menjadikan diri tak mampu memahami apa yang sedang dibacanya. Â Padahal jika diri menyadarinya mungkin itu sebuah tulisan yang sarat dengan makna tentang pelajaran hidup di dunia ini. Â Maka memposisikan diri sebagai pembaca yang mengenal buku yang sedang dibacanya adalah tugas penting yang harus disadarinya. Â
Memposisikan diri memang tergantung pada posisi diri dalam pemahaman yang dimiliki. Â Ibarat anak yang baru belajar tentu berbeda dengan level mereka yang sudah mahir dalam membaca. Â Namun kadang kala karena ketidak sadaran diri inilah menjadikan diri berbalik posisi dari diri yang sudah mahir malah membaca dengan posisi seperti anak yang baru belajar membaca.
Bukan menyalahkan kondisi diri yang tidak mudah memahami apa yang dibaca akibat dari pemahaman bahasa, namun sebuah kebanggaan manakala diri mampu memahami apa yang asing menjadi sesuatu yang penuh makna. Â Kesadaran perlu dimunculkan agar diri bukan selalu menjadi diri dalam posisi level belajar membaca seumur hidup.
Ketiga, Memahami standar yang dibaca. Â Pemahaman standar baca ini artinya diri mampu memposisikan bahwa apa yang dibaca adalah sebagai sebuah pembacaan penuh dengan hal yang bermakna. Â Menjadikan hal penuh dengan makna dapat terjadi manakala diri mengerti akan aturan yang dibacanya sehingga menjadi bahan bacaan yang tidak monoton.