Tanpa disadari mungkin diri kita tak terasa selalu masuk dalam ruangan diskusi yang membicarakan aib seseorang. Â Bahkan mungkin dalam keseharian diri kita lebih di dominasi dengan hal seperti ini. Â Hal ini bisa terjadi akibat adanya globalisasi informasi yang tanpa batas dan menjadikan informasi dapat tersaji dengan cepat. Â Sebuah kerugian jika ini terus terjadi dan diri tak mencoba untuk sadar atas penjara dari kondisi yang demikian.
Informasi yang mengungkap aib seseorang dapat di peroleh dari gadget yang selalu menyertai keseharian dan mungkin juga dari tatap muka dengan para sahabat atau mungkin dari media lain. Â Memang enak dan seru ketika diri kita membicarakan aib orang lain mulai dari mencerca, menghina, menyalahkan dan mencela perbuatan orang lain dengan bumbu-bumbu penyedap yang menjadikan diri terlena dengan waktu yang terbuang dalam sebuah kerugian.Â
Atau mungkin aib seseorang merupakan sebuah batu pijakan diri kita agar mampu menaikkan jenjang popularitas dan hasrat lain yang ingin dicapai. Â Maka salah satu jalan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengumbar aib orang lain dan menutupi aib diri kita sendiri. Â Karena tidak mungkin membicarakan aib kita akan mampu menaikkan popularitas diri.Â
Baca juga: Humor Sufi: Menikmati kekeliruan?Mengapa membicarakan aib orang lain terasa menyenangkan bahkan mungkin membahagiakan bagi diri kita yang tak suka dengan orang tersebut?  Sebuah pertanyaan yang seharusnya menjadi sebuah perenungan diri agar diri tak terbawa arus yang membuat diri terlena dengan kesibukan ini. Â
Perenungan adalah bentuk pembelajaran yang merupakan pupuk untuk menyirami benih kehidupan yang ada dalam diri kita. Â Ketika diri membicarakan aib orang lain seperti memberikan kesempatan munculnya benih "nilai" tidak suka pada pribadi orang tersebut dan juga memiliki imbas pada munculnya penyakit dalam hati diri kita. Â Semakin banyak kita terbiasa dengan membicarakan aib orang akan semakin banyak noda hitam yang muncul dan menutupi kebersihan hati.
Padahal untuk menjadi manusia yang baik syarat utama diri kita adalah memiliki hati yang bersih. Â Ketika hati kotor maka tidak mungkin diri akan mampu menjadikannya sebagai motor untuk menggerakkan indra (pikir/perasaan/keinginan) yang dimiliki oleh setiap diri manusia. Â Hal ini berakibat pada kerja diri dalam melakukan aktivitas dalam kehidupan akan menjadi tidak sempurna karena dominasi indra yang kuat yang memutuskan dan menggerakkan langkah dalam kehidupan. Â Dampaknya adalah diri terpenjara dalam ego yang menjadi tujuan dalam aktivitas kehidupan.
Aib Sebagai Bibit Kehidupan
Sebuah kerugian jika kondisi seperti ini terjadi manakala diri tak menyadari bahwa dampak dari bersinggungan dengan pembicaraan masalah aib walaupun hanya sekedar mendengar atau membacanya. Â Kondisi seperti ini dapat dikatakan sebuah fenomena yang sekarang menjadi booming dan "laris manis" dalam kehidupan bahkan diri dapat dikatakan tidak update informasi jika tak dapat berbicara atau berkomentar tentang aib seseorang. Â Seperti sebuah kekalahan perang yang menjadikan diri semakin jauh untuk menemukan potensi diri akibat perilaku yang tidak kita sadari karena hidup dengan menikmati kekeliruan yang terjadi.
Kekeliruan yang tak disadari ini karena diri bertindak aktif atau pasif dalam membicarakan orang lain merupakan pembunuhan potensi diri. Â Orientasi internal yang merupakan awal dari diri untuk mengenal potensi yang dimiliki tidak pernah terwujud karena upaya untuk selalu membersihkan hati tak sejalan dengan perilaku dalam keseharian. Akibatnya seperti membersihkan namun diri lain diri sibuk juga dengan selalu mengotorinya.
Aib yang ada dalam diri orang lain seharusnya menjadi bahan bacaan atas kehidupan yang sekarang dijalani. Â Namun manakala aib itu sebagai bahan pembicaraan atau bacaan menjadikan sebuah informasi yang menutup pintu kebaikan dalam diri kita. Â Dan mungkin menjadi bibit kehidupan baru yang menggantikan bibit yang baik yang ada dalam diri kita. Â
Kondisi ini bisa terjadi karena informasi merupakan input dan tersimpan dalam memori atau hati diri kita. Â Maka manakala diri memiliki kesempatan dan dalam posisi yang sama akan mencoba untuk melakukan hal sama seperti informasi aib orang lain yang diterima. Â Hal ini bisa terjadi karena filter atau penyeimbang untuk mengelola informasi tidak bekerja karena hati diri tertutup dan tidak pernah bersih.