Fenomena banyaknya bencana dan musibah yang terjadi sekarang ini seharusnya menjadi bahan perenungan diri dan instropeksi yang mendalam tentang kondisi kehidupan manusia.  Bentuk perenungan dan intropeksi bukan hanya secara fisik atau sesuatu yang tampak tentang  kondisi yang ada untuk mencegah berulangnya bencana tersebut. Ketika diri hanya fokus pada perbaikan jasadiyah seperti ini tidak mungkin akan memperbaiki atau mencegah bencana terjadi lagi.
Melainkan juga perlu kajian mendalam tentang kondisi diri sebagai pelaku kehidupan di dunia ini. Â Kajian secara diri pribadi ini bertujuan untuk mengembalikan hakekat dan memahami tugas hidup sebagai manusia. Â Karena manusia diciptakan adalah untuk rahmat bagai manusia dan alam semesta bukan untuk meninggalkan bencana dan musibah bagi yang lain. Â Pentingnya kajian atau perenungan ini agar diri mampu memahami perjalanan dan tujuan dari hidup ini.
Perjalanan diri dalam kehidupan di alam semesta ini ibarat sebuah titian yang memerlukan keseimbangan. Â Keseimbangan akan terjadi ketika diri mampu menemukan "diri" sebagai manusia yang mampu menjalankan amanah dari Sang Pencipta. Â Dan keseimbangan hidup inilah yang diharapkan terjadi ketika diri manusia diciptakan sebagai wakil untuk mengelola alam semesta. Â Hal ini berarti kehidupan diri dalam keseimbangan adalah diri yang mampu melakukan responsibility yang baik dan kehidupannya selalu memiliki accountibility yang tinggi.
Namun karena manusia adalah diciptakan dari tanah yang penuh misteri karena bisa menghidupkan atau bisa mematikan potensi diri dan makhluk lain yang berada disekitar kita. Â Dan ketika kondisi diri dalam posisi "potensi mati" Â maka Sang Pencipta selalu memberikan "air hujan" agar diri kita sebagai manusia mampu untuk hidup dan berkembang. Â Ketika diri mampu menampung "air hujan" maka diri diharapkan bisa hidup sebagai makhluk sempurna yang berkebaikan dan kebermanfaatan. Â
Demikian juga sebaliknya, ketika diri tidak mampu menampung "air hujan" maka ibarat diri adalah sebagai manusia yang hanya sekedar meluapkan atau membuat kerusakan. Â Dan pola kehidupan sekarang ini tidak pernah menyiapkan diri kita untuk mampu menampung "air hujan" karena lupa pada potensi yang dimilikinya. Â Dampaknya bukan hanya kepada diri sendiri melainkan dirasakan oleh diri manusia lain menjadi korban ketidakseimbangan kehidupan yang berupa bencana dan lain sebagainya. Â
Dua sisi yang memang menjadi sering dilupakan untuk dikaji ketika diri manusia akan diciptakan dan ditugaskan di muka bumi ini. Â Namun karena kasih sayang dari Sang Pencipta maka kubu yang menyatakan bahwa manusia adalah pembuat kerusakan dan selalu menumpahkan darah akhirnya harus bersujud dan mengakui bahwa diri kita adalah sebagai makhluk yang "seharus" menjadi diri manusia yang berkebaikan dan selalu memiliki kebermanfaat. Dan betapa Mahabaik Sang Pencipta melihat kondisi diri kita seperti yang sudah lupa dengan keseimbangan namun masih memberikan kesempatan untuk hidup dan menanti kesadaran para manusia.
Keseimbangan kehidupan merupakan potensi yang mampu dikelola dari dua kekuatan atau unsur yang ada dalam diri manusia. Â Unsur fisik dan non fisik adalah dua kekuatan yang diberikan sebagai modal diri manusia untuk perjalanan di dunia ini. Â Unsur fisik adalah segala sesuatu yang memang dapat di lihat dan dirasakan secara jasadiyah oleh pribadi manusia dan unsur non fisik adalah modal yang yang harus di cari dan ditemukan dan menjadi penyeimbang karena memiliki power yang besar untuk energi perjalanan.
Modal diri manusia sebagai makhluk yang harus selalu seharusnya disadari sejak dilahirkan sampai dengan ajal menjemputnya. Â Namun banyak dalam perjalanan hidup diri kita lupa atau lalai dengan kondisi itu akibat dari dominasi eksternalitas yang dominan memenjara kehidupan sehari-hari. Â Hal ini mengakibatkan posisi diri yang terjebak dalam kehidupan yang jauh dari keseimbangan yang diharapkan.
Kerusakan dan pertumpahan darah bahkan perbuatan yang tidak bermartabat lainnya bagaikan hal yang biasa dalam kondisi ketidakseimbangan ini dan menjadikan diri jauh dari jalur untuk selalu berkebaikan dan kebermanfaatan. Â Dominasi perilaku dalam kehidupan yang "negatif" walaupun mungkin dikatakan baik menjadi sebuah kebenaran karena sudah merupakan asumsi pemahaman umum. Â Dan ketika ini sudah menjadi hal umum namun memiliki dampak yang negatif apakah mungkin akan memberikan kemudahan diri kita untuk mengenal potensi diri menuju kehidupan yang dalam posisi keseimbangan. Â Pasti tidak jawabannya ketika kondisi ini terus akan dipertahankan dan ketidakseimbangan kehidupan akan semakin curam timbangannya.
Ketidakseimbangan ini diakibatkan diri kurang memahami atau keliru dalam memilih alur pemahaman ilmu kehidupan yang ada. Â Akibatnya adalah diri tidak pernah mengenal posisi dan modal awal yang diberikan sebagai manusia yang sempurna. Â Sehingga dapat dikatakan bahwa mungkin hidup diri kita sekarang ini tidak berbeda dengan makhluk lainnya bahkan lebih buas dan liar dibandingkan hewan yang ada di semesta ini dan pas kalau dikatakan hukum rimba berlaku.Â