Kondisi sekarang ini bisa menjadi bahan perenungan diri bagaimana realitas kehidupan yang selalu berbenturan dengan prinsip hidup. Â Bahkan tidak jarang ketika diri mempertahankan prinsip akan menjadi manusia yang terbuang atau disisihkan oleh sahabat kita sendiri. Â Menyisihkan orang yang baik karena adanya kepentingan "eksistensi" kehidupannya bukan masalah yang lain.Â
Maka dapat dikatakan ternyata "kebutuhan perut" bisa mengalahkan prinsip hidup manusia. Â Sebuah fenomena yang banyak kita lihat di era kehidupan di dunia ini (tidak hanya sekarang namun jika kita buka-buka buku sejarah akan sama peristiwa ini).
Perlunya diri untuk selalu "baca" dan "belajar", karena dapat menemukan pembelajaran untuk diri yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan instropeksi. Â Hasil dari "baca dan "belajar" ini akan menjadikan diri sebagai manusia yang tangguh dalam menghadapi berbagai macam kondisi baik dalam posisi "basah" ataupun "kekeringan". Â
Dan hasil instropeksi akan menjadikan diri jauh dari sifat manusia yang seperti buih ombak ditengah lautan yang mudah terombang-ambing oleh arus laut. Â Â
Ketiga, pribadi yang selalu menjaga keseimbangan. Â Keseimbangan ini muncul jika setiap aktivitas dalam kehidupan karena kesadaran diri dalam menjalankan tugas dari Tuhan. Â Sehingga dampaknya semua aktivitas dimotivasi dengan niat untuk menjalankan tugas dari Tuhan. Â Ketika ini terjadi maka dampaknya diri tidak pernah mengutamakan kepentingan nilai untuk dirinya sendiri.
Keseimbangan ini akan muncul jika diri menemukan pribadi sebagai manusia sejati. Â Artinya diri memaksimalkan kerja dari tiga indra yang diberikan kepada setiap manusia. Â Ketiga indra itu adalah fuad (kepala), Shawa (perasaan) dan Hawaa (perut). Â Indra tersebut akan kerja maksimal jika menemukan "as" sebagai roda penggerak yang mengakibatkan hubungan yang erat dari tiga indra dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Â
"As" penggerak ini adalah hati atau "qalbu" dan memang setiap manusia memiliki cuma ketika tidak ditemukan maka akan terbungkus dengan "selimut" yang mengakibatkan tidak dapat berperan sebagai "as" yang menyeimbangkan ketiga indra tersebut.
Sejarah dan fenomena sekarang ini banyak kejadian bahwa diri kita hidup dalam kehidupan di dunia ibarat hidup yang tak memiliki hati. Â Sehingga dampaknya adalah sebuah kerugian bagi orang lain akibat dominasi dari indra mana yang paling kuat. Â Bisa kita banyangkan bagaimana hilangnya keseimbangan kehidupan baik dengan manusia atau dengan alam karena diri hidup dengan dominasi pikir atau perasaan atau kebutuhan perut. Â Rusaknya alam semesta termasuk jatuhnya manusia ke derajat yang paling rendah dibandingkan dengan makhluk lainnya karena diri tidak pernah memiliki atau memikirkan keseimbangan ini.Â
Agar hal ini tidak terjadi maka perlu diri untuk selalu melakukan pembersihan hati dari selimut yang menyelubunginya. Â Ketika ini kita lakukan maka hati akan menjadi bersih dan dampaknya adalah perilaku diri manusia yang selalu baik.
Keempat, pribadi yang tidak pernah mengutamakan ego diri. Â Hal ini terkandung pada peristiwa Nabi Muhammad Saw sebelum beliau meninggal dunia masih memikirkan manusia lain. Â Dengan sakit yang dijalani ketika menghadapi "sakaratul maut" beliau tidak merasakan sakit pada dirinya tapi masih memikirkan agar orang lain (ummat) tidak merasakan sakit yang seperti dirasakannya. Sebuah contoh dari beliau yang tidak pernah memikirkan ego diri yang perlu kita teladani.
Sebagai pribadi yang sempurna beliau memberikan pelajaran hidup yang baik untuk manusia. Â Bukan sekedar ritual yang beliau ajarkan namun sampai kepribadian dengan tercermin pada perilaku. Â Karena hidup hakekatnya adalah sekedar menjalankan tugas. Â Ketika kesadaran akan tugas menjadi tanggung jawabnya maka diri akan melakukan agar dapat menjaga amanah.