[caption id="attachment_312601" align="alignnone" width="448" caption="Suasana Diskusi Tan Malaka di Semarang"][/caption] “Memang, manusia justru hidup karena punya gagasan di kepalanya, dan gagasan ini adalah suatu imaginasi.”
Kalimat diatas saya kutip dari cerpen berjudul Dilarang Menyanyi Di Kamar Mandi karya Seno Gumbira Aji Darma. Menurut penulisnya cerpen ini terinspirasi oleh peristiwa pelarangan pementasan pertunjukan Teater Koma berjudul Suksesi pada tahun 1990.
Sekira dua Minggu terakhir saya membuka-buka lagi buku cerpen tersebut mengIngat seorang kawan yang akan menyelenggarakan sebuah diskusi bertajuk Tan Malaka dihalang-halangi. Sebelumnya diskusi dengan tema serupa juga gagal diselenggarakan di Surabaya karena di demo oleh ormas Front Membela Islam (FPI).
Menjura kepada teman-teman penyelenggara yang sangat gigih agar diskusi ini tetap berjalan. Menurut kabar yang saya dengar mula-mula yang menolak adalah Pemuda Pancasila, kemudian Pemuda Muhamadiyah yang melayangkan surat ponolakan diskusi ini karena takut akan disusupi faham terlarang, komunis. Setelah dirembuk akhirnya dua ormas kepemudaan itu mundur dan bahkan akan mengikuti diskusi. Datang lagi penolakan, kali ini dari ketua RT, datang lagi dari FPI, dan lain-lain. Diskusi yang diselenggarakn oleh Hyteria, AJI, KPS yang sedianya diselenggarakan di Rumah Komunitas Seni Hysteria Semarang Jalan Stonen Nomor 29 Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang akhirnya pindah di Aula Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNDIP Semarang (17/02).
[caption id="attachment_312602" align="alignnone" width="448" caption="Harry A. Poeze dalam diskusi Tan Malaka"][/caption]
Harry A. Poeza penulis buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia hadir sebagai pembicara. “Saya telah 41 tahun sibuk dengan Tan Malaka, penemuan makam Tan Malaka adalah ujung dari karir peneliti saya.” Disampakan oleh Harry dihadapan ratusan pengunjung yang kebanyakan kalangan muda.
Hadir dalam acara tersebut Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Rektor UNDIP Semarang, Sudharto, Politisi Partai Golkar, Bambang Sadono dan tokoh-tokoh Jawa Tengah yang lain.
Dalam diskusi tersebut Harry bercerita tengang Tan Malaka dari lahir hingga meninggal. Perjalanannya dari Semarang, Belanda, Rusia, hingga kembali lagi ke Indonesia. Pembicara bercerita bahwa pada tahun 1963, Tan Malaka telah diangkat sebagai pahlawan nasional tetapi selama 30 tahun namanya dicoret dari buku sejarah.
Ketekunannya dalam meneliti menuntunnya di sebuah desa bernama Selopanggung di Jawa Timur dimana makam Tan Malaka ditemukan di sebuah hutan. Dalam kesempatan tersebut juga ditanyangkan film yang berisi proses penggalian makam Tan Malaka pada 12 September 2009 dan argumen-argumen dimana jasad Tan Malaka akan dipindahkan.
Dalam kesempatan tersebut Harry juga menunjukkan hasil-hasil penelitiannya dalam bentuk foto dan vidio. Foto-foto tersebut menggambarkan perjalanan hidup Tan dari kanak-kanak, menjadi pelajar, menjadi politisi. Juga ditampilkan foto dan vidio Tan Malaka saat berjalan berdampingan dengan Sukarno.
Diskusi berjalan hangat dengan fasilitas yang minim, pembicara tidak menggunakan pengeras suara, para hadirin duduk lesehan termasuk Gubernur Jawa Tengah dan Rektor UNDIP. Ada dialog menarik antara Ganjar dan Harry.
“Maaf saya telat dalam diskusi ini karena perjalanan terganggu macet dan jalan rusak berlubang” kata Harry. Dan ganjar menjawab.
“Wah jika Anda naik kereta yang tadi pagi saya resmikan pasti Anda tidak telat.” Jawab Ganjar.
Saat disilakan untuk berbicara Ganjar bilang begini. “Biarkan mahasiswa saja yang bicara. Saya ingin mendengarkan pertanyaan-pertanyaan mahasiswa.” Jelas Ganjar.
Diskusi itu berjalan sampai larut sekira pukul 00.00 WIB. Dan diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai penghormatan kepada tokoh Tan Malaka, mengembalikan nama baiknya sebagai pahlawan Nasional. Ganjar Pranowo didapuk memimpin menyanyikan lagu tersebut.
Tapi sampai akhir diskusi saya masih bertanya-tanya? Kenapa diskusi Tan Malaka dilhalang-halangi? Apa salah kami yang ingin mencari tahu tentang kebenaran? Tentang cerita lain negeri ini? Apakah menghalang-halangi juga berarti ada yang disembunyikan? Saya merasa penolakan-penolakan oleh beberapa ormas ada yang menggerakkan di belekang, entah siapa. Kami yang ingin tahu, usah dihalang-halangi, toh kami bisa menyaring memilah informasi. (vokal institute) Vidio: http://youtu.be/qTZnWxNWOgk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H