Makassar merupakan salah satu kota metropolitan yang terletak di kawasan timur Indonesia, yang menjadi ikon pulau Sulawesi, serta menjadi kebanggaan rakyat Sulawesi Selatan.
Di umurnya yang menjelang 412 tahun semenjak dimulai pada 9 November 1607 yang lalu, Kota Makassar memiliki andil yang amat besar bagi keberlangsungan hidup warga Sulawesi Selatan dan mengalami perkembangan signifikan beberapa tahun terakhir. Kota Metropolitan ini ternyata sudah bangkit dari fase paceklik yang tentunya pernah dialami oleh seluruh kota manapun.
Terbukti, Makassar mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) oleh Badan Pengelola Keuangan (BPK) RI. Bukan hanya sekali, namun 4 tahun berturut-turut. Prestasi yang direbut kembali oleh Kota Makassar setelah terakhir kali mendapatkan penghargaan tersebut pada masa Walikota HM Daeng Patompo (1976-1982). Kota Makassar juga memecahkan rekor dengan tingkat LPPD tertinggi sepanjang sejarah. Wow! Sangat prestisius.
Puluhan bahkan ratusan penghargaan kepada Kota Makassar tentunya tidak boleh terlepas dari sosok Walikota Makassar itu sendiri. Ya, Ir. HM. Ramdhan Pomanto beserta wakil dan jajarannya.
Sedikit bercerita, sejujurnya saya tidak terlalu peduli mengenai perkembangan kota, siapa pemimpin, dan apapun itu yang berkaitan tentang pemerintahan. Namun, inspiratifnya sosok Danny Pomanto membuat saya mau tidak mau harus melihat, mengawasi, dan tertanamkan cita-cita untuk menjadi seperti beliau. Memiliki gagasan yang sangat visioner dari disiplin ilmunya sebagai seorang arsitek, memahami celah-celah negatif pemerintahan dari pengalamannya sebagai penasihat walikota, dan kepribadian yang tegas membuat seluruh pemimpin di Indonesia terkagum-kagum kepada beliau. Inilah proyeksi politik kemanusiaan yang dimaksudkan oleh Tamsil Linrung(2013).
Atas dasar kemampuan mengelola pemerintahan yang sehat dan baik, serta didukung dengan penghayatan nasionalisme yang tinggi, maka Danny Pomanto mulai mengabdi pada 8 Mei 2014 lalu. Hampir dari seluruh program dan gagasan yang diciptakannya berbuah penghargaan dan prestasi gemilang. Tak dapat kita menutup mata, bahwa Kota Makassar betul-betul mengalami perubahan signifikan semenjak kehadiran arsitek yang mengarsiteki Kota Makassar ini.
Siapa saja pasti telah menyaksikan penggalian drainase secara massal tahun 2014 silam. Sangat total dalam menindaki masalah banjir yang turun-temurun. Tidak hanya penggalian, namun penguatan dinding-dinding saluran drainase juga dilakukan agar tidak terjadi pengikisan. Selanjutnya, ada gerakan Makassarta Tidak Rantasa' (MTR) yang memadukan inovasi dan kearifan lokal. MTR ini memuat beberapa program, yaitu LISA (Lihat Sampah Ambil) yang membentuk kesadaran masyarakat akan sampah, kemudian diangkut menggunakan 450 unit mobil boks Tangkasaki (data tahun 2017) yang perharinya mengangkut 1.200 ton sampah ke TPA Bintang Lima, Antang.Â
Di sektor pelayanan publik, Walikota Makassar ini menyedekahkan aula di rumah pribadinya  beserta kelengkapan dan makanan untuk acara apapun selama itu menjadi kebutuhan warganya. Beliau membuka ruang komunikasi eksklusif setiap pagi dan malam hari di kediaman pribadinya sebelum beranjak ke kantor dan sepulang dari aktivitasnya. Tak jarang, beliau mendengarkan keinginan warganya sampai larut. Sampai antrian selesai, sampai warga pulang dengan kelegaan. Meskipun secara otomatis memotong waktu istirahat beliau. Ini guna memangkas jalur yang menstigmakan warga bahwa jika mengadu ke pemerintahan harus dengan proses berbelit-belit, juga untuk menyempitkan gerak pimpinan yang mencoba memperlambat sistem.
Senada dengan hal itu, juga dibagikannya smartphone bagi setiap ketua RT dan RW agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Kemudian yang paling dapat terlihat ialah, perubahan wajah kantor-kantor pemerintahan dan camat serta Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang semula amburadul dan kurang menarik, menjadi lebih tampak maju dan estetik berkat sentuhan artisitiknya. Mendorong sublimasi. Dari segi pelayanan, meskipun belum maksimal namun telah membaik sedikit demi sedikit (ini persoalan kesadaran individu).
Berkat beliau, saya dapat menyimpulkan bahwa teramat sempit pemikiran warga jika menganggap pemimpin yang merakyat hanya jika kita pernah menyaksikannya turun ke gorong-gorong ataupun langsung terjun ke atas bak sampah bermandikan aroma busuk. Ternyata, ada yang lebih merakyat daripada itu. Yaitu memastikan bahwa semuanya aman dan terkendali. Itulah merakyat yang sesungguhnya. Mengabdikan diri sebagai pemimpin untuk mengatasi problem secara kompleks. Bukan untuk kepentingan pencitraan. Beliau tak kenal hal yang seperti itu. Praktik dan permainan curang segera ditindaki dengan tegas. Tanpa memandang bulu. Mungkin idealisme beliau yang membuat citra politiknya semakin terpuruk oleh media dan kekuatan besar yang coba disingkirkan beliau sampai waktu akhir masa jabatannya. Turut berduka, Pak.