Mohon tunggu...
Andi MuhaiminDarwis
Andi MuhaiminDarwis Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah. Sebelum kenangan indah terbuang sia-sia. Hargai hidupmu lebih dari siapapun itu.

Teknik Sipil 2015, Univ. Muhammadiyah Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kencing Berdiri adalah Budaya Kita

26 Februari 2019   07:01 Diperbarui: 26 Februari 2019   07:53 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Dari zaman penyembah berhala sampai zaman "say no to valentine" membuktikan bahwa Islam adalah agama yang sudah diakui oleh dunia dengan segala progress yang mengiringinya. Di masa dunia hampir-hampir hanya mengakui ilmu pengetahuan sebagai sumber ilmu, Islam masih tetap relevan. Artinya, Islam yang banyak menyinggung langsung sains ternyata memiliki kebenaran hakiki yang membuatnya masih relevan dengan peradaban serta mendapat pengakuan ilmuwan. Tak sedikit ilmuwan yang memilih muallaf sebagai jalan keselamatan dunia akhirat dengan melakukan riset mendalam mengenai kaitan sains dengan qalam ilahi yang terkandung dalam setiap kata dalam Alquran yang masih otentik hingga kini. Upaya-upaya pemalsuan, penghinaan dan tindakan mendebat Alquran ternyata membuat seluruh pejuang-pejuang sains dan sastra tersebut kacau berantakan. Mereka kebingungan dengan Alquran. Sedangkan pejuang yang bergerak melalui pemalsuan dan penghinaan dengan sedih hati menerima keajaiban Alquran yang merupakan benda mati namun dapat menghinakan mereka dengan amat telak di hadapan publik. Kisah seorang Yusuf Estes yang sekarang menjadi ulama kondang adalah satu dari ribuan bukti kuat. Sedangkan contoh dengan akhir berbeda adalah seorang non-muslim yang memprakarsai aksi pembakaran Alquran di Amerika. Beliau tewas terpanggang dalam sebuah mobil.

Telah menjadi kepastian bahwa sudah saatnyalah kita menjalankan agama dengan baik. Islam dan sunnahnya adalah kunci dari seluruh lini dan sisi kehidupan. Baik dunia maupun akhirat, baik sains ataupun magis.

Saat ini, kita dididik dan diantarkan menjadi seorang yang realistis. Menjunjung tinggi sains dan kebenaran adalah ciri pola pikir umat zaman sekarang. Namun sayangnya, tidak seluruh dari kebenaran dijalankan meskipun mereka paham. Justru membela sebuah kesalahan dengan mati-matian. Kita tahu bahwa membunuh adalah kesalahan. Namun, di era yang katanya beradab rupanya pembantaian massal masih terjadi. Pembegal dibela mati-matian dengan dalih hak asasi. Koruptor yang merampas hak ratusan bahkan ribuan orang diberikan remisi. Yah, begitulah.

Belajar dari hal terkecil, kencing dengan cara duduk adalah sunnah yang dianjurkan dalam Islam. Berbagai hadis telah diperdengarkan kepada insan realistis beserta alasan yang sangat logis. Tetapi harus kita akui bahwa kebatilan tak gampang untuk diubah. Perlu diketahui, Nabi Muhammad saw. pernah melewati sebuah pekuburan dan berkisah bahwa ada orang yang disiksa karena tidak menjaga diri dari kencingnya. Syaikh Bin Baz menjelaskan bahwa tidak masalah kencing dengan cara berdiri dengan kepastian bahwa tak ada hal yang mendesak, betul-betul tertutup dan  menjamin tidak terpercik. Meskipun demikian, terdapat aspek filosofis dari anjuran kencing dengan duduk/jongkok. Yang dapat dijelaskan oleh sains modern kaitannya dengan penyakit prostat dan kencing batu.

Dalam sains modern, saya pernah membaca bahwa kencing dengan cara berdiri tidak mengeluarkan keseluruhan zat yang mesti dikeluarkan, sehingga ada zat yang tersisa lalu membatu apabila terbiasa. Dapat kita saksikan di lantai-lantai toilet dan sebagainya, bagaimana endapan zat sisa metabolisme yang masih mengendap meskipun kita bersihkan dengan air. Dan secara pribadi, kita sebagai warga negara Indonesia mengetahui dengan pasti bahwa adab yang terbaik apabila hendak kencing adalah dengan cara duduk ataupun jongkok. Lalu apa yang membuat kita meninggalkan budaya warisan orang tua terdahulu kita?

Alasan utama tentunya karena zaman yang mendukung kita untuk harus lebih efektif dan produktif sehingga sebagian orang berpendapat bahwa kencing dengan cara berdiri adalah solusi dari hal itu serta menganggap bahwa kencing dengan cara duduk adalah membuang waktu. Mindset ini yang mesti kita ubah. Kita adalah generasi yang realistik. Mengedepankan logika dan dalil menjadi tolak ukur kebenaran. Sedangkan budaya kencing berdiri adalah mengkhianati logika dan dalil.

Melihat perkembangan toilet di Indonesia sangatlah memiriskan. Bagaimana zaman yang memaksa setiap insan untuk kencing dengan gaya berdiri. Untuk mendukung hal tersebut, maka dibuatlah toilet berdiri secara massal. Di mall, di caf, maupun tempat ibadah. Artinya apa? Hanya di kediaman pribadilah konsep kencing yang baik dapat diterapkan. Penafsiran yang kedua, tempat ibadah juga mendukung kebiasaan dan pemahaman efektivitas tersebut. Hal yang semestinya ditentang di tempat ibadah, justru ikut dalam mendidik masyarakat dengan pola hidup tak agamis baik itu secara sadar maupun tidak. Sehingga perasaan intim pada diri masyarakat juga mulai berkurang. Masyarakat sudah tak lagi risih untuk kencing berdampingan dengan orang lain yang di mana sebelumnya hal ini adalah kebiasaan yang sangat tabu. Justru ditingkatkan lagi dengan adanya komunikasi yang terjalin dalam proses pengeluaran tersebut, haha.

Tidak berhenti sampai di situ saja. Toilet kembali berevolusi. Dari yang sebelumnya di dalam ruangan, kini berbagi dengan sesama gender, dan berevolusi lagi menjadi toilet berdiri tanpa air yang dapat digunakan untuk membersihkan organ vital. Sudah bukan hal biasa bagi lelaki melihat pemandangan tersebut. Tentunya menimbulkan kebiasaan yang lain lagi, yaitu kencing tanpa membilas organ intim. Belum lagi, sadar atau tidak masalah ini bisa mendidik homoseksual dari dalam toilet. Ada beberapa cerita lucu dari teman yang berdampingan dengan seorang homoseksual ketika sedang kencing di salah satu tempat ibadah di Makassar.

Tentunya hal-hal di atas adalah perihal yang sudah semestinya kita sadari dan ubah. Perlu diketahui bahwa beberapa negara di Eropa juga sudah menganjurkan masyarakatnya untuk kencing dengan cara yang lebih baik. Hal ini menjadi pukulan telak bagi kita, di mana kita menuntut mati-matian penista agama namun kita lupa menjalankan syariat dari sisi terkecil. Jangan biarkan ini menjadi hal lumrah di Indonesia. Jangan biarkan toilet dan kencing berdiri menjadi kebiasan dan budaya kita. Agama tak diciptakan untuk binatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun