Mohon tunggu...
Nur Fahmi Muhaiminati
Nur Fahmi Muhaiminati Mohon Tunggu... lainnya -

Saya adalah penutur asli Bahasa Indonesia :)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Quo Vadis Evaluasi Pelajaran Bahasa Indonesia

24 September 2012   22:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah mempelajari keterampilan-keterampilan berbahasa, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pada lingkup pendidikan formal dan nonformal, khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, keempat keterampilan berbahasa itu menjadi Standar Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada tiap levelnya. Masing-masing Standar Kompetensi itu selanjutnya dijabarkan ke dalam Kompetensi-Kompetensi Dasar yang menjadi perwujudan kemampuan berbahasa peserta didik. Begitulah yang tertera pada silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Menurut pendapat para ahli bahasa dan definisi di kamus, hakikat menyimak adalah mendengarkan dengan penuh perhatian; berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan atau tidak; membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis; dan menulis itu sendiri merupakan kegiatan melahirkan pikiran atau perasaan dalam bentuk tulisan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, tampaklah sangat ideal sosok manusia yang menguasai keterampilan berbahasa. Manusia dapat berinteraksi sosial sekaligus mengaktualisasikan dirinya dengan berbahasa. Manusia dapat meraih kesuksesan sekaligus memberikan manfaat bagi orang lain dengan kemampuan berbahasa yang dimilikinya.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah memiliki andil besar untuk mencetak manusia yang demikian melalui pendidikan. Pendidikan formal maupun nonformal –tingkat SD, SMP, SMA, atau yang sederajat hingga Perguruan Tinggi­– di Indonesia mengajarkan Bahasa Indonesia sebagai pelajaran wajib. Mencerdaskan kehidupan bangsa salah satunya adalah menciptakan generasi yang cerdas berbahasa, di samping harus cerdas berhitung, bermoral, estetis, dan lain-lain. Pemerintah pun menciptakan sistem untuk pendidikan di negara kita. Dengan sistem itu, tujuan pendidikan nasional diharapkan akan tercapai.

Marilah kita tengok pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di tanah air ini. Guru-guru mata pelajaran atau yang mengajarkan Bahasa Indonesia tentulah telah memahami perangkat pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sebagai ujung tombak pendidikan, sang guru menginginkan keadaan ideal, yakni terkuasainya keempat keterampilan berbahasa itu oleh semua peserta didik. Jika mahir keempat-empatnya, tiga ranah penilaian yang terdiri dari kognitif, psikomotorik, dan afektif tentu dapat dikatakan kompeten; atau dalam konsep mastery learning, dikenallah istilah ‘tuntas’. Pengetahuan atau proses berpikir tentang bahasa (kognitif), keterampilan berbahasa (prikomotorik), serta sikap-sikap selama proses pembelajaran berbahasa sebagai bentuk rasa dan logika bahasa (afektif) dapat tercapai dengan maksimal. Tercapai dalam hal ini adalah dapat diukur dengan instrumen-instrumen evaluasi yang ada.

Akan tetapi, apa yang ingin dicapai pendidik, tidak didukung dengan sistem yang berlaku di negara ini. Walau dinilai telah bertentangan dengan regulasi yang ada, yaitu Undang-Undang Sisdiknas Pasal 58 ayat 2, pemerintah tetap memberlakukan sebuah sistem evaluasi belajar tahap akhir yang hanya mengukur ranah kognitif untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Lepas dari proses pelaksanaann ya yang dinilai masih terdapat kecurangan, model evaluasi semacam ini, baru dapat mengukur kemampuan berbahasa Indonesia bidang membaca. Sementara itu, keterampilan yang lain yaitu menyimak, berbicara, dan menulis, tidak terukur dan tentu tidak dapat dipetakan dalam skala nasional.

Melihat itu semua, target guru dalam praksisnya menjadi bergeser, tidak lagi menuju harapan ideal belajar Bahasa Indonesia. Guru pasti memilih seluruh peserta didiknya berhasil memperoleh nilai yang bagus pada saat evaluasi akhir. Begitu pun peserta didik, menginginkan hal yang sama. Maka dari itu, porsi proses pembelajaran untuk keterampilan membaca lebih diutamakan daripada porsi mengajar untuk mengasah keterampilan-keterampilan yang lain. Keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis tetap dilakukan namun evaluasinya tidak sistematis. Dengan demikian, apa yang tertulis dalam silabus tidak sama dengan apa yang dilaksanakan.

Kondisi semacam ini perlu ditanggapi dengan serius. Pengukuran terhadap satu keterampilan saja tidak bisa dijadikan dasar untuk menggeneralisasikan yang lain. Apalagi, untuk skup nasional. Evaluasi belajar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah evaluasi yang holistis karena keempat keterampilan berbahasa itu harus diukur tingkat ketercapaiannya. Evaluasi secara holistis ini akan memicu perkembangan instrumen evaluasi sehingga proses pembelajaran keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis pun berkembang. Untuk bersaing di masa mendatang, terampil membaca saja tidaklah cukup. Bangsa Indonesia harus pula terampil menyimak, berbicara, serta menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun