Mohon tunggu...
Muh. Arkham Januar Mubarok
Muh. Arkham Januar Mubarok Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Mahasiswa UIN Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Persatuan Rakyat yang Buruh Tertindas Asia-Afrika Melawan Kapitalisme

17 Desember 2022   02:04 Diperbarui: 17 Desember 2022   02:18 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah banyak tulisan yang berhubungan dengan sejarah Konferensi Asia-Afrika (KAA), sudah cukup juga untuk mengulas hal tersebut dari sudut pandang sejarah. Namun kita perlu melakukan ulasan yang punya pandangan lain terkait sejarah Konferensi Asia-Afrika dengan relevansinya, dari sudut pandang kaum sosialis. Hal ini berguna agar nantinya nilai sejarah tidak dipandang hanya sekedar fenomena yang tidak bermakna, tetapi sejarah juga menjadi pendorong dan memajukannya untuk menemukan titik temu yang sejati, yakni pembebasan umat manusia dari segala ketertindasan dan keterasingan yang dialaminya.

Konferensi Asia Afrika sendiri bertujuan untuk menjalani kerja sama antar negara Asia-Afrika dan melawan dominasi imprialis Blok Barat dan Timur. Dengan kerja sama tersebut diharapkan menghasilkan gerakan Non-Blok. Namun ketika dilihat kembali secara jeli pertemuan ini pada dasarnya merupakan pertemuan yang tidak mendasarkan pada persatuan kelas tertindas, yakni kelas pekerja.

Perwakilan dari konferensi ini diwakili oleh elit-elit politik yang tidak mengedepankan konsepsi kelas, karena fokus utamanya adalah kerja sama antar negara, bukan kerja sama kelas tertindas untuk melawan dominasi imprialisme dengan cara menggulingkan tatanannya secara revolusioner dan membentuk negara kelas pekerja (buruh), yang berbentuk dewan-dewan pekerja. Dalam perjalanannya konferensi ini tidak menghadirkan alternatif bagi seluruh bangsa untuk menempuh jalan hidup (pembebasan) yang sejatinya, yakni masyarakat adil dan makmur.

Kaum sosialis memandang bahwa konferensi ini tidak tepat bila akan melawan dominasi pihak negara imperialis yang mana telah menjajah negara atau bangsa mereka sendiri. Sebab dalam negara imperial mengingatkan terjadi hal yang sama dialami oleh kelas pekerja di negara berkembang. Merekalah kelas yang terpinggirkan akibat penguasaan alat-alat produksi yang dipergunakannya untuk mendominasi negara negara berkembang dan bahkan negaranya sendiri.

Melansir dari laporan Badan Nasional Penelitian Ekonomi di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dengan terciptanya tenaga kerja robot akan menyingkirkan secara besar-besaran jumlah pekerja di AS, mereka menemukan bahwa untuk setiap robot baru yang dipasang di pabrik, dan mengakibatkan rata-rata pekerjaan bagi 6,2 orang tersingkirkan.  

Hal ini dibuktikan dengan Laporan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan 234.000 orang Amerika mengajukan klaim pengangguran. Adapun dampaknya, terjadi kenaikan Pasar Saham di AS.  Dalam siklus perekonomian kapitalisme, terdapat periode terjadinya krisis kapital, akibat dari dominasi monopoli kapital yang dikuasai oleh segelintir manusia. Ketika terjadinya krisis, maka kita akan menyaksikan terjadinya PHK besar-besaran untuk mengurangi jumlah biaya produksi kelas pekerja.

Indonesia sendiri mewakili negara berkembang yang memperlihatkan pengangguran cukup besar dari pada negara imperial. Pada tahun 2016 Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah pengangguran mencapai 5,5 persen atau sekitar 7,02 juta orang atau lebih rendah dibanding tahun 2015 yakni sebesar 5,81 atau setara dengan 7,45 juta orang.

Selain itu, terdapat data yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, yang menyatakan bahwa 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Temuan lain yang menyebutkan bahwa harta 4 orang terkaya indonesia setara 100 juta orang miskin. 10 persen orang terkaya mengonsumsi lebih dari 25 persen total konsumsi nasional. Sementara 10 persen masyarakat termiskin hanya dapat mengonsumsi 4 persen (Oxfam), dalam skema dunia jumlah aset 8 orang terkaya setara dengan jumlah kekayaan 3,6 juta penduduk miskin dunia.

Nah, dari beberapa data diatas dapat kita simpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan yang diambang batas kewajaran adalah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Sebab sejatinya mengedepankan  eksploitasi, akumulasi, dan ekspansi dalam aktivitas produksinya yang memuat ketidakteraturan dalam berproduksi. Sehingga terdapat dua kepentingan yang berbeda antara kelas buruh dan kelas pemilik. Kelas pemilik (borjuis) sendiri menginginkan seluruh aset yang berupa sumber daya alam dan manusia menjadi milik yang menguntungkannya. 

Sedangkan kelas pekerja (buruh) menginginkan seluruh aset yang berupa sumber daya alam dan manusia menjadi milik bersama, secara kolektif. Nah titik persinggungan dan perbedaan ini tidak dapat didamaikan, karena watak "produksi" yang melatarbelakanginya.

Masyarakat Indonesia sendiri memiliki impian yakni berkehidupan adil dan makmur, tidak ada penindasan manusia atas manusia, bangsa atas bangsa yang mana bisa diciptakan dalam sistem sosialisme. Sebab sosialisme memiliki aktivitas produksi yang terencana dan secara berkebutuhan bukan keinginan beberapa orang seperti kapitalisme. Bayangkan bagaimana bisa Indonesia maju jika didalam pendistribusian ekonominya terdapat sebuah monopoli yang justru menyebabkan tidak meratanya distribusi ekonomi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun