Mohon tunggu...
Muh. Taufik
Muh. Taufik Mohon Tunggu... Wiraswasta - belajar dan terus belajar memperbaiki diri

berusaha selalu nyaman walaupun selalu dalam kekurangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Macet Bagian dari Budaya Kebanggaan

28 September 2010   06:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:54 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_271975" align="alignleft" width="300" caption="Macet akibat dari gaya hidup"][/caption] Konon di Jakarta,ketika keluar rumah mengendarai kendaraan pribadi.Sebaiknya anda membawa buku tebal.Tujuannya untuk dibaca pada saat terjebak macet. Menurut pakar kena macet,bisa tuntas satu buku baru bisa lolos dari kemacetan.Saran yang bagus,karena bisa mengusir kebosanan dan mengurangi dosa dari memaki orang lain. Macet! Memang gampang memicu frustasi.Dari tahun 70-an suasana macet selalu menjadi hantu di kota-kota besar.Jalan diperlebar tapi tidak cukup-cukup juga. Lalu apa gerangan biang keladinya? Menteri perhubungan pun puyeng dari waktu ke waktu,sesak nafas ditimbuni asap kendaraan macet.Pelantikan Menhub pun pasti selalu dibayangi raungan kendaraan yang susah bergerak ditempatnya.Nasib,meskipun jabatan itu basah lho.Tapi kalau tidak hati-hati,bisa terpeleset pak jadi kubangan. Menilik Kota Makassar yang lagi asyik-asyiknya berdandan bak remaja menuju suasana kota modern.Jalan diperlebar, jalan layang dibangun, lorong-lorong kecil yang dulunya cuma jalan tikus dipercantik. Tapi, kemacetan tak kunjung reda,malah makin menjadi. Tak ayal seorang walikota lama Makassar cuma pernah menjawab pertanyaan penulis ''Kota New York saja juga kumuh,itu dibelakang kantor PBB juga banyak yang kumuh dan macet'' Pening pastinya. Jam 06.00 pagi pelajar dan pekerja sudah harus berlari kencang ke  tempat kerja atau sekolah,itu pun tidak dijamin lancar.Soalnya jam macet pasti pindah.He he he... macet memang pandai menyesuaikan diri ya?. Kalau kita cerdas berfikir,sebetulnya kita bisa menghindari macet. Ah,masa iya? Iya,itu kalau pemerintah cerdas dan berani mengambil resiko. Caranya? Penyebab macet kan karena banyaknya kendaraan,terutama sepeda motor dan mobil baru. Kurangi saja import kendaraan,masyarakat harus diatur penggunaan dan pemilikan kendaraannya.Yang diperbanyak cukup suku cadang kendaraan yang ada,sehingga jika ada kerusakan pemilik kendaraan cukup menggantinya.Coba lihat sekarang,banyak jenis dan merk yang berseliweran dijalanan.Indonesia seolah-olah sudah menjadi tempat pembuangan hasil produksi kendaraan negara-negara produsen, menjadi tempat uji coba peluang pasar hasil produksi.Masyarakat kita juga gila-gilaan dengan status sosial yang baru, merk top dengan cat mengkilap menjadi kebanggaan tersendiri, dan hasilnya pun dapat kita lihat, jalanan penuh. Efek lainnya adalah,isi perut bumi kita di keruk habis-habisan untuk diperas menjadi minyak bahan bakar,akibatnya penyangga bumi menjadi kopong,kayak lutut remaja bejat yang kelebihan ngeseks.Letoy melulu. Ini akibat dari budaya kita yang memandang kepemilikan pribadi jauh lebih dihargai,sementara fasilitas umum dipandang tak berguna sama sekali.Egois pun berkembang.Fasilitas umum tak lebih hiasan semata-mata,itupun pembangunannya dikorupsi.Akhirnya masyarakat makin tak percaya dengan kualitasnya.Lengkap sudah syarat pendukung kemacetan. Bayangkan saja,khusus untuk sepeda motor saja setiap bulannya jutaan unit yang dilempar ke pasaran dalam negeri,pasti sangat tidak sebanding dengan laju peningkatan kualitas jalanan.Pembuatan jalan layang juga tidak mampu berbuat banyak,karena makin banyak jalan baru dibuat makin banyak pula kendaraan yang melaju didalamnya. Ada yang beralasan,bahwa banyaknya kendaraan juga menjadi salah satu sumber utama pemasukan pemerintah. Mungkin itu betul,tapi rasanya perlu dipertimbangkan lagi alternatif lain.Supaya jumlah pengeluaran di sektor transport dan kemacetan bisa ditutupi.Bukankah Indonesia ini negara kaya dengan banyak sumber alternatif.Kok cuma sektor itu yang di prioritaskan. Tidak reatif!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun