Tulisan ini sebenarnya adalah tulisan yang sudah sangat lama, namun baru kali ini penulis baru sempat mempostingnya ke kompasiana, tentang pandangan penulis terhadap Gunung Merapi.Bagi penulis Merapi adalah sebuah gunung yang sangat eksotis,terletak di Jawa Tengah. Mengapa eksotik?
Itu karena bagi penulis, Merapi dipagi hari terlihat sangat cantik dengan asap tipis yang rutin mengepul dipuncaknya, lereng-lerengnya yang indah membentuk lekuk kontur tanah yang subur.
Menurut data vulkanologi,Merapi adalah gunung berapi yang paling aktif di dunia, walaupun menurut Sri Sultan Merapi tidak pernah meletus hanya meleleh.Wallahu A’lam.
Secara ilmu vulkanik, letusan terjadi karena kubah magma yang menjadi tempat keluarnya material gunung api tersumbat, sehingga lava dan magma terus mendesak untuk mencari jalan keluar.Akibatnya terjadi desakan dipermukaan gunung.
Penulis mengenal Merapi sudah cukup lama dan waktunya pun sudah sangat lama. Itu sewaktu penulis berkunjung ke kota Yogya dua belas tahun yang lalu.Tapi suasana Kota Yogya belum bisa terlupakan sampai sekarang, kota tua yang benar-benar menarik perhatian. Indah,larut dalam keramah tamahan.
Saat itu penulis akan melanjutkan perjalanan ke kota Semarang dengan bis Patas yang masih baru. Dari jauh terlihat asap tipis dipuncak Merapi mengepul tenang. Pagi yang indah itu suasana sangat sejuk, mungkin juga penghuni Merapi masih terlelap atau lagi memasak sarapan pagi, entahlah.
Persis bapak-bapak petani yang ngepul dipagi hari sambil ngopi dan memandangi sawah ladang untuk merencanakan hari esok yang lebih baik.
Saat ini gejolak Merapi terkadang masih menjadi headline berita, dan puncaknya tanggal 26 Oktober pukul 17.20 waktu setempat Merapi batuk.Sungguh dahsyat.
Dari mulut Merapi tersebar wedhus gembel yang mengandung racun berhawa panas, asap pekat dan debu menutup jalan nafas penduduk, awan panas mengalir berkunjung ke rumah-rumah di sekitarnya memanggang apa saja yang dilaluinya. Sebuah kunjungan persahabatan yang tidak menyenangkan.
Semua yang disapanya berakhir mati, tidak terkecuali Mbah Maridjan. Sosok fenomenal yang dikenal kuat dan berani, taat dan patuh pada tanggung jawab terhadap amanah yang pernah diberikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sosok yang dianggap “bisa berbicara dengan Merapi”.
Merapi yang selama ini ramah dan memberikan pupuk kehidupan bagi warga sekitarnya, kini memuntahkan pijar api kematian, mengusir orang-orang yang selama ini menjadi sahabatnya dan merasa akrab dengannya.Dan kini pasca letusan itu, Merapi masih menyisakan kiriman lain yang pernah dikandungnya yakni lahar dingin.Gumpalan tanah subur dan pasir-pasir halus yang menggelontor ke perkampungan juga menjadi salah satu bencana tersendiri,meskipun setelahsemua bencana selesai akan menjadi berkah tersendiri karena bisa menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitarnya.
Innalillah wa inna ilaihi rajiun.Manusia memang tidak menentukan takdirnya sendiri.
Selamat jalan Mbah Maridjan, selamat jalan saudara-saudaraku, semoga tenang di sisi Allah SWT.
Mbah Maridjan, engkau telah memenuhi tugas dan tanggung jawabmu sekaligus berani menunjukkan contoh kepada pemimpin negara akan arti dari membela tanggung jawab.
Kami terkesan dengan sosokmu yang tak banyak cakap, tak pernah meminta diberi tanggung jawab dan amanah, tanpa janji-janji aneh yang tak masuk akal, tanpa spanduk-spanduk yang bertebaran.Engkau telah memenuhi sumpah dengan caramu sendiri.
Semoga kelak Merapi ingin bersahabat kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H