Sekelompok demonstran nampak memenuhi sebuah lokasi di Tugu Tani Jakarta Sabtu pagi 7 mei 2011 yang lalu, ratusan orang berjubel meneriakkan sebuah tuntutan, para pendemo berusaha menarik perhatian masyarakat yang lewat dan mengharapkan simpati mereka.
Demo di Indonesia bukanlah hal yang baru, tapi jika yang dituntut adalah hal yang dilarang itu baru berita dan pasti mengejutkan.Ratusan pendemo yang mayoritas anak muda itu menuntut agar pemerintah melegalkan ganja alias madat, padahal sudah jelas diatur ganja adalah barang yang termasuk haram beredar di negeri ini.Ganja barang yang digolongkan psikotropika yang sangat berbahaya karena akan menimbulkan kecanduan, yang mengakibatkan pecandunya akan sangat menderita dan akan kehilangan nalurinya sebagai manusia normal yang kreatif dan bermanfaat bagi kehidupan.
Orang yang sudah kecanduan ganja atau narkotika sehebat-hebatnya hanya akan menjadi beban masyarakat, karena umumnya akan hidup sebagai parasit bagi keluarga atau orang tua. Ketagihan barang haram ini sangat hebat, darah yang sudah keracunan cannabis akan menuntut untuk selalu dipenuhi kebutuhannya.Untunglah jika masih punya duit, jika tidak,maka jalan yang ditempuh adalah menjual barang atau jika punya nyali sedikit mereka akan melakukan berbagai perbuatan meresahkan lainnya.
Para pendemo pasti bercermin pada Belanda,Perancis dan negara lainnya yang melegalkan ganja dan narkotika, di sana barang-barang itu beredar dengan bebas, meskipun untuk menikmatinya harus di ruang-ruang tertentu atau diruang privat yang dibuat untuk dinikmati beramai-ramai.
Tapi jika diterapkan di Indonesia situasinya tentu beda. Walaupun dinikmati diruang-ruang privat, toh mereka pasti akan turun ke jalan juga.
Bukankah untuk mencari uang mereka harus keluar kejalan?
Itu berarti jalanan akan dipenuhi dengan orang yang membutuhkan duit untuk ganja.Sekarang saja tanpa legalitas ganja, penodong di jalan sudah banyak.Apalagi kalau dilegalkan.
Meramu tulisan dari berbagai sumber, penulis mendapatkan info bahwa Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yangberkepanjangan tanpa sebab).
Ganja juga menjadi simbol budaya kaum hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara berkembang.
Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum Bhang. Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika.
Efek yang dihasilkan terutama euphoria (rasa gembira) yang berlebihan, serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir diantara para pengguna tertentu. Efek negatif secara umum adalah bila sudah menghisap maka pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir. Meskipun masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana dan marijuana pada umumnya.
Menurut pendukung medical mariyuana, ganja diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan dapat juga untuk pengobatan penyakit tertentu (termasuk kanker). Sementara pihak lainnya menyatakan bahwa ganja membuat adanya lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya terutama para seniman dan musisi.
Berdasarkan penelitian terakhir, lonjakan kreatifitas itu ternyata di pengaruhi oleh jenis ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah hasil silangan modern "Cannabis indica" yang berasal dari India dengan "Cannabis sativa" dari Barat, dimana jenis Marijuana silangan inilah yang banyak tumbuh di Indonesia. Bahkan di Aceh dijadikan bumbu penyedap makanan.
Tapi apapun namanya efek mengerikan legalisasi ganja bagi Indonesia adalah, kita akan kehilangan generasi muda yang punya daya produktifitas, artinya masa depan negara terancam karena tidak ada generasipemimpin. Otaknya yang sudah keracunan asap ganja menjadi lemah, sehingga tidak bisa berfikir yang sulit-sulit. Jika ini terjadi maka jalan satu-satunya adalah kita harus mengimport pemimpin dari negara lain,karena tidak ada lagi orang Indonesia yang sanggup dan masyarakat kita akan berubah menjadi masyarakat konsumen total karena tidak punya daya produksi.
Kreatifitas hanya terbatas dialam mimpi saja, berarti periode penjajahan baru terjadi kembali terjadi.
Kalau dulu penjajahan terjadi karena keterpaksaan maka sekarang penjajahan karena kemauan dan kerelaan sendiri.
Tuntutan demonstran itu bisa saja diterima jika di pemerintahan banyak pendukungnya, atau jika ada anggota DPR yang berfikir sekuler menerima tuntutan itu. Maka pelajaran akan dimulai dengan studi banding dulu ke negara-negara berfaham cannabiisme, lalu membuat rancangan peraturan tentang penggunaan cannabis,hasis,opium dan berbagai merk racun lainnya agar lebih sip cara menikmatinya.
Istilah populernya di lokalisasi agar tidak mengganggu ketertiban umum. Sebuah cara berfikir yang keliru. Awalnya berfikir, jika dilokalisasi maka lambat laun akan berhenti, Tapi sejarah telah membuktikan Kramat Tunggak bukan berhenti, malah jadi populer di Jakarta dan baru berhenti setelah diberi ketegasan untuk mengakhirinya oleh pemerintah DKI.Persoalannya adalah sama-sama masalah kecanduan.
Jadi yang dibutuhkan adalah ketegasan mengakhirinya.
Indonesia harus bersatu dalam satu kesatuan pemahaman
Yaitu,kita harus LAWAN!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H