Mohon tunggu...
Dr. Muh. Faisal MRa (Ical)
Dr. Muh. Faisal MRa (Ical) Mohon Tunggu... lainnya -

Bekerja sebagai Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar dengan disiplin Seni dan Kebudayaan. Saat ini menjabat sebagai Ketua Lontara Pustaka Propinsi Sulawesi Selatan. Aktif dalam penelitian, penggiat kajian antropologi kontemporer dalam upaya membaca keterjajahan budaya dalam narasi besar modernitas-postkolonial yang menggiring logika media, tekhnologi- industri kedalam pemadatan ruang/waktu, tanda, budaya melalui praktik-praktik sosial kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rahasia Kosmologi di Balik Bencana Alam

17 September 2012   04:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:21 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Muh. Faisal, S.Pd.,M.Pd

Dosen FKIP UNISMUH Makassar / Penggiat Antropologi

Rentetan bencana besar sudah berkali-kali menimpa bumi. Populasi dunia yang telah meningkat dramatis luar biasa dalam satu abad terakhir, lebih banyak hidup dalam lingkungan yang berbahaya. Menurut para ahli, badai besar dan tsunami menjadi yang paling potensial membunuh massa di masa kini daripada di masa lalu. Bahkan sejak 1500 sebelum Masehi - Pulau Stroggli Mediterania terhempas. Sebuah tsunami menghapus kebudayaan Minoa, Plato menyebut situs tersebut sebagai kelenyapan Atlantis. Di tahun 1138 Bumi bergoyang di Allepo, Syria, merenggut 230 ribu korban. Selanjutnya di tahun 1556 Shannzi China, gempa bumi mengambil 830 ribu nyawa. Di tahun 1737 Calcutta, India, terjadi gempa dan membunuh 300 ribu jiwa. Di Indonesia tahun 1815 Gunung Tamborameletupkan lahar panas dan membunuh 80 ribu orang. Dan banyak lagi musibah bencana alam yang tercatat sampai saat ini mengancam kehidupan manusia, kapan dan dimanapun berada. Termasuk tsunami di Aceh, letusan merapi maupun banjir. Dan selanjutnya, kembali terjadi gempa dan tsunami di Jepang yang membunuh 14 ribu jiwa manusia.

Pada dasarnya bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam segala bidang. Namun bedasarkan perkembangan pengetahuan dan tekhnologi, maka daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerawanan (vulnerability) tidak akan memberi dampak yang luas jika manusia memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar, dapat di atasi jika diimbangi dengan ketahanan terhadap bencana yang cukup.

Tidak sedikit pakar yang menelusuri solusi dan strategi mengatasi bencana alam, tapi sayangnya tidak banyak yang mengungkap hakikat dan subtansi transendentalis cosmos di balik bencana alam. Sehingga yang menjadi pertanyaan yang harus dipecahkan secara spesifik adalah, apakah kajian mistifikasi cosmos dapat menemukan proposisi dari rentetan terjadinya bencana alam??

Rahasia Kosmologi

Istilah kosmologi berasal daria bahasa Yunani kosmos yang dipakai oleh Pythagoras (580-500 SM) untuk melukiskan keteraturan dan harmoni pergerakan benda-benda langit. Istilah ini dipakai lagi dalam pembagian filsafat Christian Wolff (1679-1754). Kosmologi merupakan pendekatan struktur dan sejarah alam semesta berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek. Dalam Islam, makna spiritual dari kosmologi adalah pengetahuan tentang kosmos yang dapat memahami keburaman realitas menjadi transparan. Tujuannya agar manusia memahami penjara eksistensi dan mengungkapkan keesaan Ilahi (al Tauhid) yang tercermin dalam alam keragaman. Sedangkan dari perspektif antropologi, pada dasarnya kosmologi dapat dihubungkan sebagai kesatuan antara manusia (micro cosmos) dan alam (macro casmos). Prilaku kosmologi tersebut sangat erat dalam kehidupan masyarakat masa lampau atau biasa disebut dengan masyarakat tradisional. Bahkan hampir semua struktur kehidupan menjadikan alam sebagai perwujudan refleksitas antara manusia dan alam. Sebagai contoh, sebelum memanjat pohon kelapa seorang pemanjat harus meminum air kelapa, sebelum melaut seorang nelayan harus meminum seteguk air laut. Prilaku tersebut didasari dengan suatu perinsip bahwa keselamatan manusia tergantung dari refleksitasnya terhadap alam. Disamping alam sebagai sumber kehidupan alam juga bisa menjadi sumber kematian. Olehnya, lahirlah prilaku cosmos dalam setiap aspek, baik dalam bidang sosial-budaya maupun bidang seni dan religius, yang senantiasa menghargai alam sebagai perwujudan prilaku mikro dan makro. Dalam tulisan ini, tidak semata-mata menghantarkan kita kembali pada prilaku dan agama primitif, tapi terlebih pada sejauhmana perkembangan ilmu pengetahuan yang bersifat ontologism, mampu mengungkap rahasia dan mistifikasi bencana alam yang seolah-olah terjadi secara kontinyu dalam ruang dan waktu.

Spiritualitas Cosmis

Seorang astrofisikawan kenamaan William Mc.Crea mengatakan, bahwa kosmologi adalah sesuatu yang datang pada setiap orang, bukan sesuatu yang dapat dipilih untuk dipelajari. Karena kosmologi adalah seluruh sejarah upaya manusia untuk memahami semesta dan memahami kehadiran dirinya. Jadi pada dasarnya melalui pertanyaan tentang eksistensi, maka semakin mendekatkan kita pada pada perenungan atas kepercayaan dan keyakinan dalam menuai kebenaran transenden. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sudah menggema sejak manusia tegak berdiri di muka Bumi dan menengadah ke langit. Olehnya, melalui agama maka keseimbangan alam dapat di sesuaikan dengan keseimbangan spiritualitas manusia.

Jika kita menghubungkan kejadian bencana alam yang senantiasa melahirkan kerugian materi dan jiwa manusia saat ini dengan rahasia kosmos yang telah disimplikasikan tadi, maka proposisinya adalah hilangnya keseimbangan spiritualitas dewasa ini. Kesibukan dalam rutinitas telah membuat manusia sering terasing dalam dari kenyataan cosmos. Meningkatnya kriminalitas, prostitusi, korupsi, illegal loging sampai kesewenang-wenangan pemimpin bangsa dalam melakukan kebohongan pada rakyaknya, merupakan salah satu indikator yang terlanjur dianggap lumrah dilakukan. Carut marutnya keadilan semakin mempertegas bahwa kita telah memberikan peluang pada alam untuk mengikuti jejak eksistensi dan prilaku manusia. Pencegahan tidak hanya pada kemampuan pemikiran positivisme dalam menciptakan bangunan fisik dan prosedur normatif. Tapi harus meletakkan nilai spiritualitas di atas eksistensi manusia sebagai subjek kehidupan. Begitupun dalam melakukan pencegahan kriminalitas, ketidak adilan hukum dan penyimpangan dalam memimpin bangsa ini, tentu tidak hanya dapat diatasi melalui aturan perundangan. perangkat dan materi hukum dan seterusnya. Tapi kembali pada pelaku dan aparat hukum, pemimpin dan masyarakat sebagai bagian dari kolektivitas cosmos. Pada kondisi seperti ini agama dan nilai spiritualitas memiliki tugas untuk kembali memberikan kesadaran eksistensi manusia, tidak hanya mengandalkan kekuatan pemikiran ontologism yang hanya mampu menciptakan tindakan pengendalian tanpa pencegahan bencana alam yang semakin menakutkan. Padahal jika ditelusuri bahwa didalam agamapun menunjukkan bahwa bencana yang terjadi tidak semata karena kesalahan atau dosa teologis manusia yang tidak mengindahkan ajaran Tuhannya tanpa ada korelasi atau sebab akibat yang melatar belakangi bencana tersebut. Bencana lebih merupakan akibat dari dosa sosial manusia, yakni ketika mereka mengelola dan memanfaatkan alam semesta untuk keberlangsungan hidupnya dengan cara yang melebihi batas dan mengabaikan etika.

Disahkannya UU 24 tahun 2007 dan aturan tentang Penanggulangan Bencana menjadi bukti yang menggembirakan dari berubahnya cara pandang para pengambil kebijakan di negeri ini. Bencana (alam) tidak lagi dianggap sebagai isu sampingan atau tambahan, kalah "seksi" dibanding isu-isu pembangunan lainnya seperti stabilitas politik, ekonomi, pertahanan maupun isu lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun