Perempuan itu hampir bunuh diri. Dia merasa hidupnya sudah berakhir ketika divonis menderita kusta, sebuah penyakit yang tak diinginkan oleh siapapun di dunia ini padahal hanya satu bercak putih saja di kakinya.
Perempuan itu bernama Yuliati. Dari Makassar, Yuliati memaparkan kisahnya sebagai OYPMK – orang yang pernah mengalami kusta melalui siaran langsung di akun YouTube resmi Kantor Berita Radio pada 30 Agustus 2023. Saya menyimak rekaman talkshow bertajuk Talkshow Ruang Publik KBR – Wanita dan Kusta[1] dua hari yang lalu.
Apa lagi kalau bukan stigma negatif kusta yang membuat Yuliati demikian. Belum apa-apa, dirinya sudah membayangkan hal-hal mengerikan tentang penyakit yang umumnya ditandai dengan lemah atau mati rasa di tungkai dan kaki serta timbulnya lesi atau kerusakan di kulit ini. Ditambah gambaran penderita kusta berat yang ditemukannya di internet, dia tidak mau bersosialisasi lagi.
Â
Stigma Negatif di Antara Tantangan Eliminasi Kusta
Bayangan menjadi disabilitas terbayang terus. Rasanya hidupnya hampa dan tak punya masa depan lagi. Bersyukurnya, tidak berkepanjangan karena dukungan keluarga dekat dan komunitas yang positif menjadi support system baginya. Support system ini lantas mendukung Yuliati untuk bangkit dan sembuh dari penyakit yang dipicu oleh bakteri Mycobacterium leprae ini.
Stigma kusta yang telah tertanam selama berabad-abad memang masih melekat erat sebagai penyakit turunan, akibat dari dosa, kutukan, dan tidak bisa disembuhkan ataupun dicegah penyebarannya. Tak heran jika Indonesia kini menempati posisi ke-3 di dunia untuk kasus kusta terbanyak[2].Â
Sampai dengan tahun 2022, jumlah penyakit yang sudah ditemukan lebih dari 3.500 tahun lalu ini mencapai 13.487. Namun demikian mungkin saja bertambah seiring kasus yang tidak dilaporkan. Penyakit kusta masih merupakan permasalahan yang kompleks di negara kita. Dari 38 provinsi, ada 6 provinsi yang belum mencapai eliminasi nasional[3].
Upaya eliminasi kusta di Indonesia termaktub dalam dokumen kebijakan dan dokumen rencana strategis nasional, yaitu Renstra Kementerian Kesehatan 2020-2024 dan RPJMN Kesehatan 2020-2024, sebagai salah satu indikator penanganan penyakit tropis terabaikan. Di samping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta juga telah menjabarkan strategi nasional dalam penanggulangan kusta[4].
Dalam rencana aksi nasional itu, disebutkan definisi operasional status eliminasi kusta yakni dari angka prevalensi <1/10.000 penduduk menjadi tidak ada atau nol kasus. Indikator ini tidak berdiri sendiri namun diupayakan bersama 3 NIHIL: zero leprosy, zero disability dan zero stigma[5].