Mohon tunggu...
mugiyono ruswadinata
mugiyono ruswadinata Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pengajar di salah satu sekolah swasta di Bandung, Jawa Barat. Berminat pada bidang agama, pendidikan, pengembangan diri, dan sosial kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kopi Oposisi

28 Januari 2024   07:06 Diperbarui: 28 Januari 2024   07:12 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG


Panasnya suasana politik negeri menjalar sampai ke pelosok, mempengaruhi topik pembicaraan di sela-sela kesibukan mencari nafkah untuk menyambung hidup yang terasa semakin berat dari hari ke hari.

Sambil menyeruput kopi dan beberapa potong roti, obrolan pagi itu bersambung sampai akhirnya menyerempet pada pilihan pada pileg dan pilpres. Tidak dapat dipungkiri, setidakpeduli apapun kita pada politik, mau tidak mau kita akan terlibat.

Tersebutlah kelompok 'golput', yang merasa tidak tertampung aspirasinya oleh partai politik, para caleg sekaligus capres dan cawapres yang diusungnya. Mereka memilih untuk tidak memilih karena merasa tidak ada yang representatif mewakili kepentingannya. Pilihan untuk menjadi golput ini harus dihormati, namun kembali, pada kenyataannya tetap akan ada singgungan kepentingan sekaligus kebutuhan karena para golputers ini akan tetap tinggal di Indonesia dengan segala aturan yang diberlakukan.

Selanjutnya, jika akhirnya harus memilih, siapa yang akan sebaiknya kita pilih? Meski bukan persoalan mudah, tapi tentu tidak perlu dipersulit karena kriterianya sudah jelas, pilih harus dijatuhkan pada mereka yang terbukti memperjuangkan kepentingan orang banyak dibandingkan kepentingan pribadinya.

Pemilih pragmatis akan mendasarkan pilihannya pada kepentingan hari ini, jika calon yang diusung pandai membaca situasi dan mengetahui apa kebutuhan mendesak para pemilih, maka akan dapat dipastikan suara akan mengarah kepadanya, maka tak perlu heran jika akan ada modus operandi serangan fajar, berupa amplop berisi selembar uang berwarna biru dan mungkin ditambah beberapa jenis sembako dalam kresek hitam, dengan tak lupa contoh surat suara yang telah modifikasi.

Pada kelompok pemilih lain, tidak hanya cukup hanya amplop dan sekresek sembako, para calon yang berpengalaman dan timses bekerja lebih keras, memanfaatkan dana aspirasi untuk menjaring pemilih, dibuatlah program yang terkesan pro rakyat, dan janji untuk meneruskan kesinambungan program tersebut jika nanti terpilih lagi. Ini tentu lebih baik, dibandingkan dengan yang hanya sekali datang, lalu tak pernah hadir lagi hingga 5 tahun setelahnya. 

Walaaupun, perlu ditelaah lagi seberapa besar sebetulnya kucuran dana yang dikeluarkan dibanding anggaran yang diajukan? Benarkah proporsi lebih besar untuk kepentingan orang banyak, dibandingkan dengan kebutuhan alat peraga kampanye yang konon kabarnya meninggalkan utang yang tak sedikit di para pengusaha percetakan.

Ada pula pemilih idealis sekaligus ideologis yang memilih karena pandangan yang lebih jauh termin waktunya, ada harapan jangka panjang tentang terbentuknya pengelola negara yang mampu membawa negara ini menjadi lebih baik ke depannya. Tidak hanya untuk kebutuhan hari ini, tapi juga untuk generasi yang akan datang.

Perbedaan pilihan akan menempatkan pada kelompok pendukung atau kelompok oposisi, karena tentu pada setiap kontestasi akan ada yang menang dan ada yang kalah. Tidak ada buruk pada dua posisi tersebut sepanjang yang diperjuangkan adalah kepentingan rakyat dan orang banyak, namun sebaliknya akan menjadi masalah jika yang menjadi dasar keterbelahan upaya untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu, terlebih jika kelompok ini memiliki agenda tersembunyi untuk menggadai negeri pada untuk memperkaya diri dan kroni.

Pomeo tidak ada pertemanan yang abadi di dunia politik dan yang ada adalah kepentingan abadi tentu ada benarnya. Kelompok pendukung masing-masing partai, caleg, dan capres serta cawapres harus sadar betul hal ini, jangan sampai perbedaan pilihan ini menjadi akar perpecahan, jangan membenci dengan berlebih seperti halnya jangan pula mencintai terlampau sangat, karena apapun yang bersifat keduniaan hanyalah senda gurau sesaat. Jadi, mari kembali menyeruput kopi masing-masing,..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun