Mohon tunggu...
Mugiyono Bayu Kresno
Mugiyono Bayu Kresno Mohon Tunggu... -

Mugiyono Bayu Kresno was born in Sragen – Central Java, which is a beautiful and peaceful city. Bachelor holder in Education from Syekh Yusuf Islamic University (UNIS) Tangerang, and then working in Kuala Lumpur at private company as Manager Technical Drawing and R&D. In spare time, like to reading about politics, psychology, sports, and up to date news. Also like to think philosophy to translate the truth which is an abstract to be described.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Islam (Seharusnya) Rahmatan Li L-Alamin

30 April 2010   02:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:30 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” QS Al-Fath ayat 7.

“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” QS Maryam ayat 93.

“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.” QS An-Nahl ayat 49.

BUMI seisinya meliputi manusia, binatang (baik yang hidup di dalam tanah, diatas tanah, ataupun yang terbang di udara), tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati, juga Jin – yang Allah ciptakan hidup di dalam dimensi lain.
Maka Islam yang rahmatan li l-alamin adalah mampu memberikan rahmat kepada seluruh langit seisinya dan bumi seisinya.

Allah menciptakan manusia dalam kemajemukan yang terdiri dari berbagai jenis bangsa dan ras serta bahasa yang berbeda-beda yang memiliki budaya, keyakinan dan pola hidup yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi alam dan tingkat pemikiran dan peradaban masing-masing bangsa itu sendiri. Maka Islam yang rahmatan li l-alamin adalah mampu menjadi rahmat bagi seluruh manusia, bukan hanya kepada umat Islam itu sendiri, tetapi juga menjadi rahmat bagi umat-umat agama lain, bangsa lain, bahkan termasuk juga menjadi rahmat bagi segenap binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda mati, serta Jin, Malaikat yang hidup di dalam dimensi lain.

Mari kita sama-sama merenung, bagaimana Islam akan mampu memberikan rahmat bagi segenap isi alam jika untuk memberikan rahmat bagi manusia yang berbeda-beda saja belum mampu? Padahal kita tahu Allah sengaja menciptakan manusia ini terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda-beda. Dan ironisnya mayoritas umat Islam – sebagian para juru dakwah khususnya – masih terbelenggu ego merasa benar sendiri dan cenderung memvonis salah pada agama lain, bahkan juga menyalahkan golongan Islam lain yang berbeda pendapat dalam menterjemahkan Al-Qur’an dan berbeda dalam praktek ibadah.

Firman Allah dalam QS Al-Hujuraat ayat 13 :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

SUDAHKAH ISLAM KITA RAHMATAN LI L-ALAMIN ?

Kita dapat menggunakan kata “rahmat” atau “keteduhan dan kenyamanan hidup” sebagai acuan untuk mengukur apakah Islam yang kita yakini dan laksanakan sudah rahmatan li l-alamain.
Kita tidak akan membahas makhluk Allah yang hidup di dimensi lain seperti Malaikat, Jin, dan sebagainya karena mata kita tidak mampu melihat dunia mereka sehingga kita tidak tahu apakah kehidupan dunia Jin dan Malaikat penuh dengan keteduhan dan kenyamanan. Dan oleh sebab penulis adalah manusia dan pembaca tulisan ini juga manusia, maka kita batasi bahasan ini dalam lingkup manusia saja.

Jika kita sudah sepakat bahwa Islam yang benar adalah rahmatan li l-alamin, maka untuk mengetahui apakah Islam kita sudah rahmatan li l-alamin mari kita jujur terhadap diri sendiri untuk menjawab beberapa pertanyaan introspeksi sederhana dibawah ini :
1. Apakah saya beriman kepada Allah dan merasa Allah selalu bersemayam dihati sehingga kapanpun dan dimanapun berada saya selalu ingat Allah dan mampu membawa diri, selalu berbuat baik dan bisa menghindari perbuatan tidak terpuji ?
2. Apakah saya dalam melakukan ibadah, misalnya shalat berjamaah, bersedekah, bergotong royong, dan lain-lain adalah benar-benar lilahita’ala tiada unsur riak atau ingin dipuji oleh orang lain ?
3. Apakah kata-kata yang saya sampaikan dalam ceramah atau obrolan adalah benar menurut agama, dan penyampaiannya saya kemas dalam bahasa sebaik mungkin untuk tidak menyakiti perasaan orang lain yang tidak sehaluan dengan saya ?
4. Apakah saya bisa menghargai sebuah perbedaan pendapat atau pandangan dan mampu menganggapnya sebagai sebuah keberagaman ?
5. Apakah saya tetap bersikap bersopan santun dan bertata krama serta menghargai orang lain yang berbeda pendapat atau pandangan hidup dengan saya ?
6. Apakah saya sudah cukup peduli kepada fakir miskin, para janda, anak yatim piatu, dan orang jompo dengan menyedekahkan sebagian harta Saya untuk tulus ikhlas membantu mereka ?
7. Apakah antara hati, ucapan, dan perbuatan saya selalu serasi dan sejalan sebagai wujud keimanan yang saya yakini dalam hati, saya ucapkan dalam perkataan, dan saya lakukan dalam perbuatan ?

(note; 7 pertanyaan introspeksi diatas hanya beberapa pertanyaan dari sekian banyak parameter yang bisa digunakan untuk mengukur kebenaran islam kita)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun