Seorang guru mendatangi muridnya yang belakangan ini selalu tampak murung, "Kenapa kau selalu murung, Nak ? Bukankah di dunia ini banyak hal-hal yang indah ? Ke mana perginya wajah syukurmu ?” tanya Sang Guru.
“Guru, belakangan ini hidup saya penuh dengan masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya” jawab murid.
Sang guru pun berkata, “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari ! Biar ku perbaiki suasana hatimu”. Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali dengan segelas air dan garam sebagaimana diminta.
“Coba ambil segenggam garam dan masukkan ke segelas air itu!” kata sang Guru. “Setelah itu kau minum airnya sedikit!”. Si murid melakukannya, wajahnya meringis karena meminum air asin. “Bagaimana rasanya?” tanya sang Guru. “Asin dan perutku menjadi mual” jawab murid dengan wajah yang masih meringis.
“Sekarang kau ikut aku” sang Guru mengajak muridnya ke danau di dekat tempat mereka. “Ambil garam dan tebarkanlah ke danau”. Si murid menebarkan garam yang tersisa ke danau.
“Sekarang coba minum air di danau itu” perintah sang Guru. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, lalu meminumnya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, sang Guru bertanya kepadanya “Bagaimana rasanya?”. “Segar, segar sekali” kata sang muridsambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti juga air danau ini menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.
“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”. “Tidak sama sekali”kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum, dan membiarkan muridnya meminum air danau sampai puas.
“Nak!” kata sang Guru setelah muridnya selesai minum “Segala masalah di dalam hidup ini seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami dalam kehidupanmu itu sudah di kadar oleh Tuhan, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap segitu-gitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir di dunia ini pun demikian. Tidak ada satupun manusia, walaupun dia seorang manusia yang bebas dari masalah dan penderitaan.”
Si murid terdiam mendengarkan. “Tapi nak, rasa ‘asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya qolbu (hati) yang menampungnya. Jadi nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qolbu di dalam dadamu itu menjadi sebesar danau”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H