Mohon tunggu...
Mugiarni Arni
Mugiarni Arni Mohon Tunggu... Guru - guru kelas

menulis cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asinan Nanas

9 Januari 2024   17:38 Diperbarui: 9 Januari 2024   17:41 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar pixabay.com

Asinan Nanas 

Sinar matahari yang menembus jendela kamar Nara langsung membangunkan keinginannya. Bukan keinginan untuk kembali tidur, melainkan keinginan untuk mencicipi sesuatu yang segar dan menggugah selera. Pikirannya langsung tertuju pada asinan nanas. Asam manis nan pedasnya membayangkan tarian lidah yang menyenangkan.

Namun, seketika semangat Nara surut. Ia tak pernah membuat asinan nanas sendiri. Jari jemari tangannya lebih mahir merangkai kata-kata di laptopnya daripada meracik bumbu dapur. Rasa gundah menggelitik hatinya.

"Bu Arni!" teriak Nara sambil melongok ke dapur.

Suara langkah mendekat dan muncullah Bu Arni dengan senyum cerahnya. "Ada apa, Nar,?" tanyanya, sambil mengusap tepung yang menempel di celemeknya.

"Bu, Nara pengen asinan nanas," ujar Nara, sedikit merona karena tak tahu cara membuatnya.

Bu Arni terkekeh pelan. "Pengen ya? Wah, kebetulan Bu Arni lagi kepingin juga," katanya sambil menarik Nara ke dalam dapur.

Aroma bawang merah dan cabai yang sedang ditumis memenuhi ruangan. Bu Arni dengan cekatan menyiapkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan. Nanas matang terbelah rapi di atas talenan, siap dibelai pisau.

Tangan Bu Arni yang terampil mencincang nanas bagaikan penari yang lihai memainkan kipas. Nara terpesona melihat setiap gerakannya. "Bu, cara bikin kuahnya gimana?" tanyanya dengan penuh antusias.

Bu Arni mengalihkan pandangannya, senyumnya merekah lagi. "Gampang, Nar. Ini resep rahasia Bu Arni ya," katanya sambil berbisik dan menambahkan gula, garam, cuka, dan sedikit terasi ke dalam wajan.

Aroma harum mulai menyeruak, menggelitik indera perasa Nara. Bu Arni menuangkan air putih, membiarkannya mendidih sebentar, lalu memasukkan bumbu yang sudah ditumis.

"Biar pedesnya sesuai sama seleramu, kamu boleh tambahin cabai lagi nanti ya," ujar Bu Arni sambil mengaduk kuah asal tidak gosong.

Nara mengangguk semangat. Rasa ingin bisa membuatnya sendiri semakin menggebu. Ia memperhatikan dengan seksama setiap detail, setiap takaran, seolah menyimpannya dalam hatinya.

Tak lama, kuah asinan yang berwarna kuning keemasan sudah matang. Bu Arni menuangkannya ke atas potongan nanas yang tersusun cantik di mangkuk. Aroma segarnya memenuhi dapur, langsung mengusir hawa panas siang hari.

Nara tak sabar memasukkan sesuap asinan ke mulutnya. Rasa asam, manis, dan pedas berpadu menyempurna. "Enak banget, Bu!" serunya sambil mengunyah dengan mata berbinar.

Bu Arni tertawa senang. "Nah, kan? Sekarang kamu udah bisa bikin sendiri," katanya sambil mengacak lembut rambut Nara.

Nara tersenyum kegirangan. Ia tak hanya menikmati kesegaran asinan, tapi juga warisan resep dan kehangatan bersama Bu Arni.

Mulai hari itu, asinan nanas tak hanya menjadi kudapan favorit Nara, tapi juga menjadi jembatan bagi hubungan ibu dan anak yang semakin erat. Setiap suapannya tak hanya man

is di lidah, tapi juga di hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun