Bu Arni pun mulai kembali mengajar di sekolah. Ia juga mulai mengikuti kegiatan-kegiatan guru penggerak, meski hanya sebagai peserta pasif.
Satu tahun kemudian, Bu Arni menerbitkan  buku novel kisah pribadinya. Tidak  bisa konsentrasi lagi untuk mengerjakan soal di program guru penggerak.
Bu Arni pun memilih untuk mengajak anak murid berliterasi membuat buku antologi.Â
Bu Arni sangat bersyukur atas keberhasilannya. Ia menyadari bahwa keberhasilannya ini tidak lepas dari dukungan dari keluarga, teman,
Suatu ketika Bu Arni mengajak muridnya untuk acara bedah buku antologi Bu Arni DKk di perpustakaan daerah.
Bu Arni pun bertekad untuk menjadi guru pembimbing literasi yang baik. Ia ingin terus belajar dan mengembangkan diri untuk menjadi guru yang lebih baik lagi.
Ruang Batin
Bu Arni duduk di sofa, menatap kosong ke depan. Pikirannya masih terbayang wajah Pak Andi. Ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Pak Andi.
Bu Arni menghela napas panjang. Ia mencoba untuk menenangkan diri. Ia tahu bahwa ia harus kuat untuk melanjutkan hidup.
Bu Arni pun menutup matanya dan mencoba untuk berkonsentrasi. Ia membayangkan dirinya sedang berada di sebuah ruang batin.
Di dalam ruang batinnya, Bu Arni melihat Pak Andi. Pak Andi tersenyum kepadanya dan berkata, "Jangan sedih, sayang. Aku selalu ada di sini untukmu."