UDARA sejuk menyeruak menyambut semua pengunjung yang datang pada hari itu. Dingin dan sesekali tercium bau belerang yang cukup menyengat hidung suatu ciri bahwa kita sudah sampai dilokasi Wisata Alam Gunung Papandayan Kab. Garut.Â
Angin yang sepoy-sepoy menyambut para pelancong diselasela pohon cantigi yang tumbuh subur dihampir setiap sudut pelataran parkir. Kondisi ini memberikan kesegaran dan ketenangan bathin tersendiri bagi para pendatang yang sengaja ingin melepas lelah disela-sela kepenatan dan sibuknya pekerjaan.
Di beberapa sudut tempat peristirahatan terlihat orang berkumpul dengan berbagai atribut masing-masing. Mereka berselfieria dihamparan bunga abadi edelweiss yang tumbuh di salah satu sudut halaman rumah peristirahan. Sungguh takjub memandang keindahan panorama alam Papandayan.Â
Itulah bagian terkecil dari spot yang berada di dekat parkir Papandayan, karena di bagian atas masih banyak keindahan yang akan membawa kita  berdecak kagum.Â
Gunung papandayan berdasarkan pakta sejarah adalah gunung berapi yang masih aktif. Bahkan diperkirakan telah meletus  beberapa ratus tahun silam,dengan letusan yang dahsyat hingga menimbulkan adanya hutan mati. Letusan yang dahsyat itu kira-kira terjadi pada bulan Agustus tahun 1772. Â
Dari beberapa tulisan sebagai referensi penulis yang berhasil dikumpulkan, letusan itu mengakibatkan sekitar empat desa yang berada di daerah itu rata tertimbun muntahan.Â
Bahkan dituliskannya tidak kurang dari tiga ribu penduduk  dan harta benda lainya berupa hewan ternak terkubur di danau vulkanik Gunung Papandayan.
Sejak meletus itulah, diperkirakan terbentuknya areal hutan mati. Sekilas keberadaan hutan mati itu mengesankan kita tentang betapa besarnya lumpur panas yang keluar dari kawah gunung mengubur hutan cantigi hingga gosong.Â
Seram memang kalau memikirkan hal itu, tapi disisi lain tempat itu menjadi destinasiwisata yang tak pernah ditinggalkan para pengunjung. Bahkan menjadi tempat pavorit untuk berswafoto bersama teman.
Lokasi Hutan Mati ini memang agak jauh dari tempat parkir karena berada hampir di puncak gunung. Â Bersebelahan dengan itu, area camping ground di Pondok saladah, tepat di bawahnya terdapat kawah, airnya terus mengalir tidak pernah berhenti.Â
Di beberapa sudut sela-sela kepundan mengepul asap tebal menyebarkan aroma belerang yang memaksa pengunjung untuk tetap mengatur pola pernapasan agar tidak sesak napas.