Dengan senyum ramah, Lis menyambut setiap pelanggan yang datang ke toko ibunya. "Selamat pagi, Bu Ifah, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan sopan kepada seorang ibu yang datang dengan membawa keranjang belanja.
"Pagi, Lis. Ibu mau beli gula dan kopi. Ada stok baru, kan?"
"Ada, Bu. Gula dan kopi baru saja datang kemarin. Ini, silakan pilih," jawab Lis sambil menunjukkan rak tempat gula dan kopi disimpan. Ibu itu pun tersenyum dan mulai memilih barang yang dibutuhkannya.
Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya yang dikenal suka berutang masuk ke warung. Lis mengenalnya sebagai Pak Budi. "Lis, ibumu mana?"
"Oh, Ibu sedang ada urusan sebentar, Pak Budi."
"Aduh, malah pergi." Pak Budi terdengar menggerutu.
"Ada yang bisa dibantu, Pak Budi?"
"Anu, Lis, bisa nggak utang lagi? Nanti kalau gaji sudah keluar, pasti saya bayar," katanya dengan nada memohon.
Lis menghela napas dalam hati. "Maaf, Pak Budi. Ibu berpesan kalau untuk sementara tidak bisa utang dulu. Soalnya kami juga perlu memutar uang untuk stok barang," jawabnya dengan nada sehalus mungkin, meskipun sebenarnya ia merasa sedikit tidak enak.
Pak Budi tampak kecewa. Tetapi, akhirnya ia mengangguk dan pergi tanpa banyak protes.
Tak lama kemudian, datanglah seorang anak kecil dengan uang recehan di tangannya. "Kak, aku mau beli permen," katanya dengan mata berbinar.