Dinamika antara jurnalistik dan etika advertorial seringkali menimbulkan permasalahan yang kompleks dalam praktik jurnalistik. Secara konseptual, menurut Iggers (1999), etika jurnalistik bertumpu pada dua pilar.Â
Pertama, pemisahan fakta dan pendapat. Kedua, pemisahan antara berita dan bisnis, mencegah pengiklan atau kepentingan ekonomi dari media massa itu sendiri mengganggu pemberitaan sebagai tanggung jawab kepada publik. Pilar kedua ini sering dikaitkan dengan isu independensi jurnalistik.
Secara tradisional, cita-cita jurnalistik bertujuan untuk menjaga independensi editorial dari pengaruh komersial. Namun, penurunan penjualan dan pendapatan iklan menjadi pemicu perusahaan berita untuk mencari sumber pendapatan alternatif. Semakin kabur garis antara logika komersial dan profesional jurnalisme bisa memiliki implikasi parah untuk peran normatif dan performatif jurnalis.
Oleh karena itu, untuk menjaga independensi praktik jurnalistik dari tekanan bisnis yang berorientasi pada keuntungan, jurnalis dilindungi oleh konsep etis yang sering disebut sebagai firewall.Â
Konsep ini diusung oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku klasiknya, "Elements of Journalism". Dinding api (firewall) dalam jurnalistik merupakan sebuah istilah atau ungkapan untuk menggambarkan dinding pembatas antara ruang redaksi dan bagian iklan.Â
Pemisahan yang dimaksud di sini adalah pemisahan antara berita dan iklan dalam penyajian di media. Dinding api ini menjaga kemerdekaan newsroom dari bujukan pemasang iklan atau kekuasaan apa pun.
Di sisi lain, konsep firewall menimbulkan masalah dalam praktik jurnalistik karena berkaitan erat dengan advertorial yang oleh banyak akademisi jurnalistik disebut sebagai reputasi penipuan.Â
Advertorial merupakan penggabungan dari advertising (iklan) dan editorial (berita). Dimana produk iklan yang disajikan dengan gaya bahasa jurnalistik. Advertorial merupakan sebuah artikel yang dimuat dalam media dengan cara membayar, tujuannya adalah untuk promosi dan membangun citra produk (brand Image).Â
Salah satu karakteristik advertorial adalah mereka mengaburkan batas antara berita dan iklan. Selain itu, penerbit berita cenderung mengabaikan penanda yang harus membedakan antara iklan dan berita. Penanda biasanya berupa jenis dan ukuran font berbeda, logo perusahaan pengiklan, garis tipis antara advertorial dan berita, label advertorial atau iklan jelas di atas atau di bawah iklan.
Awalnya, Advertorial adalah iklan di media cetak yang ditampilkan dengan gaya editorial. Dalam perkembangan selanjutnya, advertorial juga digunakan oleh media lain, baik media elektronik (radio dan televisi) dan media online. Pengiklan menyukai advertorial karena dua alasan.Â
Pertama, advertorial biasanya lebih murah daripada iklan bergambar. Kedua, yang mana kemudian menimbulkan masalah, advertorial dapat disamarkan seolah mereka adalah berita. Sehingga, praktik ini berpotensi melanggar etika jurnalistik. Misalnya melalui advertorial, sebuah bisnis bisa digambarkan melakukan aktivitas tertentu yang disajikan dengan menonjolkan keunggulan saja.