Mohon tunggu...
Mufti El-amiry
Mufti El-amiry Mohon Tunggu... -

suka baca, nulis dan traveling ke mana aja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Surat Terbuka Buat Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, juga Buat Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi

4 November 2014   02:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:45 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salam hormat dan salam selamat buat Bapak Anies Baswedan yang telah diangkat menjadi menteri kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam susunan Kabinet Kerja Jokowi-JK.

Salam hormat dan salam selamat buat Bapak M. Nasir yang telah diangkat menjadi menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi dalam susunan Kabinet Kerja Jokowi-JK.

Saya sebagai salah satu warga negara Indonesia yang  mempunyai hak untuk berpendapat sesuai dengan yang diakomodir oleh pasal 28 UUD 1945 yaitu Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, saya juga ingin menyuarakan pikiran. Sebuah kegelisahan melihat kondisi pendidikan bangsa ini.

Sebagaimana tag line besar yang diusung Jokowi-JK dengan revolusi mentalnya tentunya saya sebagai orang kelas bawah ingin juga berkontribusi pemikiran untuk mewujudkan apa yang menjadi impiannya itu. Khususnya tentang dunia pendidikan Indonesia saat ini.

Kegelisahan saya berawal dari diskusi kecil saya dengan teman saya yang sekarang sedang menempuh studi S2 di Korea Selatan tentang situasi pendidikan di Indonesia. Saat itu saya bertanya, “Kenapa pendidikan di Indonesia itu sepertinya jalan di tempat, tidak maju, juga tidak mundur? Semuanya serba tanggung, baik itu di level pendidikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi.” Lalu teman saya itu menjawab begini, “Karena pendidikan di Indonesia itu serba terbalik, ada kesalahan strategi. Coba lihat, pendidikan di level dasar dan menengah itu serba serius, semuanya serba ketat, materi-materi yang diberikan pun serba padat, tapi soal penanaman karakter itu tidak ada. Sedang di level perguruan tinggi malah lebih santai, malah yang lucu level mahasiswa baru dicekoki soal motivasi yang seharusnya itu diberikan buat anak SD, SMP, dan SMA agar punya karakter. Jadi, mahasiswa yang seharusnya sudah berfikir serius, membaca buku berat, dan lain sebagainya untuk pengembangan keilmuan akhirnya tidak terjadi karena sudah terlanjur kemasukan buku-buku, materi-materi yang berbau motivasi.”

Jawaban teman saya di atas begitu meresahkan diri saya. Karena memang realitas itu benar-benar terjadi dan saya sendiri mengalaminya. Saya baru sadar, ternyata jalan yang selama ini saya lalui salah. Atau dengan kata lain memang saya diberi lingkungan pendidikan seperti itu. Saya pun dalam konteks ini tidak akan menyalahkan siapapun, cuma dengan kesadaran dan ketahuan saya dari teman saya itu saya merasa mempunyai beban moral untuk menyampaikan hal ini. Dan teman saya bisa mengatakan seperti itu karena pengalaman dan pengamatannya  setelah mengenyam pendidikan di luar negeri, yang berbeda dengan yang ada di Indonesia.

Saya kira Bapak Anies Baswedan maupun Bapak M Nasir lebih paham dan lebih kompeten untuk berbicara soal pendidikan. Tapi inilah ungkapan keresahan saya sebagai kaum muda yang pernah mengenyam pendidikan di Indonesia dari mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

Saya beri contoh kecil soal membaca. Pendidikan membaca saya yang serius baru dimulai pada saat saya berada di perguruan tinggi, padahal seharusnya hal itu sudah saya lalui di tingkat dasar maupun menengah seperti yang diperoleh oleh para founding father kita yang sudah mulai diajari membaca dan menulis serius di tingkat dasar dan menengah di AMS yang nota bene adalah sistem pendidikan Belanda. Mereka saat masih belia sudah diwajibkan untuk membaca buku sastra dan menuliskannya, sehingga ketika menginjak pendidikan tinggi soal itu sudah tidak dipersoalkan lagi, sudah mahir. Sedangkan saya baru mulai belajar membaca serius ketika sudah di perguruan tinggi, sangat terlambat menurut saya. Karena seharusnya ketika berada di perguruan tinggi sudah berpikir njlimet, rumit untuk melakukan sebuah penelitian serius dan menghasilkan sebuah teori baru.

Demikian surat terbuka ini saya buat. Semoga bisa menjadi perhatian dan perubahan sehingga adik-adik saya nanti tidak mengalami seperti apa yang saya alami ini. Sehingga sistem pendidikan di Indonesia ke depan bisa lebih maju dan tepat strateginya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salam hormat,

Mufti El-amiry.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun