Mohon tunggu...
Muflih Saifuddin
Muflih Saifuddin Mohon Tunggu... -

Menyukai dunia pertanian,politik, dan soshum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berawal dari Perubahan

9 Agustus 2010   13:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:11 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berfikir untuk berubah pasti terpikir dalam benak manusia, sudah tentu arahnya positif. Ini bisa direfleksikan ketika zamannya nabi Muhammad SAW yang mengajarkan bahwa suatu saat manusia harus mengalami perubahan untuk dapat maju. Pola berpikir manusia pada zamannya serba kolot dan dinaungi kegelapan menjadikan Muhammad sebagai manusia terpilih untuk membawa perubahan kepada jalan kebenaran, dan kebenaran itu yang sampai sekarang pun adalah fakta yang masih dirasakan. Marilah sedikit menengok ke belakang, demikian banyak perubahan yang awalnya sering didengar dengan istilah revolusi, reformasi ataupun transformasi, semua itu pada kenyataanya memproduksi banyak peristiwa-peristiwa besar. Tengoklah sebentar apa yang terjadi di dunia akibat istilah-istilah yang sekarang sering terbesit dalam telinga kita, adanya penemuan yang menjadi tonggak awal modernisasi kehidupan, oleh James Watt yang kala itu menemukan mesin uap, yang mendasari lahirlnya revolusi industry, oleh mereka ini disebut sebagai perubahan hidup yang sedemikian hebat. Sehingga berkembanglah hal tersebut dibarengi semakin berkembangnya iptek. Ada lagi tetapi beda case. Negara Indonesia, menyandang status negara berkembang tidak pula sedemikian mudah didapatkan, mesti harus menjalani proses yang sedemikian panjang untuk menyadang status itu, adanya revolusi yang dilahirkan melalui perjuangan para leluhur kita hingga lahirnya negara ini yang sampai kapanpun tidak akan terlupakan. Berkembang tentu mengalami perubahan, termasuk muatan di dalamnya. Hingga lahirlah reformasi yang menjadi awal transformasi perubahan selanjutnya. Begitulah dahsyatnya perubahan yang kita rasakan.

Nilai-nilai perubahan yang konon membawa kearah positif itu tentu diamini siapapun, tentu itulah yang diharapkan selama ini. Kegelisahan sekarang ini terjadi justru yang menjadi kambing hitamnya adalah perubahan. Berarti ini ada indikasi adanya penurunan kurva pada trend of change yang telah dibangun.

Agen of Change, begitulah namanya. Sudah pasti terdengar bertubi-tubi dan kadang dijadikan penekanan bagi mereka yang baru memulai mengenyah strata pendidikan baru dibangku kuliah, begitu santer terdengar dari kakak-kakak senior ketika ospek. Bagi saya atau bahkan mereka yang dengan sangat PD yakin bahwa "diri saya akan membawa perubahan besar". Sang Obama pun ketika masa kampanye memasang label "Change". Yang menjadi pertanyaan adalah perubahan apa yang diinginkan? Akankah sedemikian besar perubahan itu? Terus berubah ke arah mana? Positifkah? Atau negatif? Dan bagaimana dengan dampaknya?

Perubahan itu memang perlu, itulah yang sekiranya sering didengar. Kenyataannya akhir-akhir ini dan entah sampai kapan berhenti, perubahan malah dibarengi dengan perubahan moral, suatu keironisan muncul disini, seakan-akan berubahnya moral bergerak secara simetris dengan berjalannya perubahan. Hal inilah yang kadang tidak disadari oleh para Agen of Change ketika mereka ingin menjadi sang pengubah dengan optimistisnya.

Keterlenaan akan adanya degradasi moral tidak hanya menerpa sang agen, tetapi juga telah menginvasi para tetua atau Father and Mother of Change yang sedang melakukan dan menikmati perubahan. Lagi-lagi ini tidak pada disadari, entah apa penyebabnya. Sebagian orang termasuk saya menafsirkan FMC sebagai orang yang mempunyai sepak terjang dalam dunianya masing-masing, ada di politik, hukum, dan pendidikan yang sekiranya menjadi mesin pencetak sang agen baru.

Sudah terlalu banyak mungkin diceritakan tentang fenomena ini, bahkan ada yang meramalkan bahwa kiamat yang diramalkan terjadi tahun 2012 itu sebenarnya adalah kiamat moral. Moral sudah luntur, begitulah Joko Bodo sang peramal menuturkan. Ada benarnya memang dan justru ini yang demikian berbahaya. Jika benar terjadi akankah kehidupan akan balik lagi seperti pada era kejahiliyahannya orang arab sebelum ada utusan diturunkan? Karena tidak akan lagi ada Muhammad lain yang membawa peringatan, yang ada hanya ajarannya yang masih ada namun demikian banyak diabaikan.

Lalu bagaimana dengan nasib si agent? Apakah mereka akan melanjutkan kiprah bapak ibunya yang terinfeksi virus degradasi moral yang nantinya dijadikan panutan? Bukankah kebobrokan yang nantinya terjadi? Bahkan apabila terus berlanjut akan merusak yang namanya sistem, terus apa yang mesti dilakukan sang agen? Apakah melanjutkan trend ini?

Tetaplah dengan optimistismu menjadi agen perubahan, selamat datang mahasiswa baru Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun