Mohon tunggu...
Ibnu Hasyim
Ibnu Hasyim Mohon Tunggu... -

sangkaanmu yang menggambarkan aku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Udik!!! Jangan Kau Cela..

19 September 2014   01:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:17 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Huuu dasar udik.....!!!" Pernahkah kamu dikatakan seperti itu?. Udik, berasal dari sebuah kosakata bahasa Jawa yang berarti arah hulu sungai, pegunungan, atau kampung/desa. Kata udik acap kali dikonotasikan dengan bebal, bodoh, bego, kampungan dan beberapa kata negatif lainnya. Menurut saya "udik" adalah sebuah reaksi terhadap sesuatu yang belum pernah tercerna panca indra kita. Reaksi tersebut bermacam-macam tergantung seberapa 'jaimnya' kamu,hehe. Ada yang mencoba menyentuh, ada yang merasa takut, ada juga yang hanya sekedar berkata "wahhh" lalu mulai melontarkan berjuta pertanyaan yang membosankan dan menyesakkan.


Bagi sebagian orang, kata 'Udik' adalah sebuah kata  yang sangat nikmat ketika diucapkan kepada orang lain dengan lantang sembari mentertawakan  atau hanya "ishhh", entah apa maksudnya,  terkadang hanya demi menunjukkan bahwa derajat 'Si pencela' tersebut lebih unggul (belum tentu kalee). Jujur bro, ketika dikatakan/dianggap udik itu sakitnya di sini (ngelus dada). Dan masalahnya ketika seseorang dikatakan udik itu tidak hanya berpengaruh secara mental pada  'si udik' tapi juga orang di sekitarnya (Sorry bro terkadang aku lupa ingatan tentang siapa kamu ketika kamu bersikap udik apalagi sampe dikatain).


Kecanggihan teknologi berbasis internet dan kemudahannya seharusnya tidak lagi menimbulkan fenomena udik. Namun mesti kita tau bahwa di luar sana masih saja ada sebagian masyarakat kita yang belum terjamah olehnya. Entah, mungkin karena mereka terlalu menghitung-hitung rupiah yang akan dikeluarkan demi menikmati manfaatnya. Tidak sedikit juga yang menganggap bahwa itu tidak penting sehingga mudah mengabaikannya, atau merasa tidak ada waktu untuk hal-hal yang demikian.


Jika kamu mendapati 'si udik', sikap yang seharusnya kamu tunjukkan adalah berusaha memberi informasi tentang apa dan bagaimana seharusnya sesuatu itu bekerja. Tidak harus memberikan semacam les privat, tapi alangkah baiknya jika kita tidak menyombongkan diri dan merasa risih, tidak juga hanya kepada orang-orang yang kamu kenal atau ketika berada dalam obrolan di sebuah kedai kopi saja misalnya. Cukup dengan kata-kata yang sedikit ramah, "Oh ini harusnya begini ...", "Mas/mbak, harusnya seperti ini ...", bukan justru dikatakan udik. Jika kamu gemar 'mencela' dan menganggapnya lucu seperti yang 'dibudayakan'  pada  acara-acara komedi di pertelevisian kita, maka sesungguhnya kamu berada dalam suatu budaya yang salah, sementara itu kita sendiri justru mengagumi para turis yang baru datang ke Indonesia, ketahuilah bahwa mereka sebenarnya adalah orang udik.


Saya membayangkan suatu budaya, dimana setiap dari kita yang paling banyak tau serta ikhlas menularkan pengetahuannya kepada orang lain mendapat predikat tertinggi. Tentu cara menularkannya dengan cara yang baik tanpa memberi kesan negatif kepada si udik. Kamu juga patut berbangga diri karenanya. Penyebaran informasi dari orang ke orang adalah suatu metode penyebaran informasi tertua namun masih sangat efektif. Cepatnya arus informasi  media berteknologi tinggi sebenernya juga tidak terlepas dari metode tersebut, karena tidak semua orang dapat mengaksesnya secara langsung selain itu manusia memiliki keterbatasan.


Fenomena udik atau orang yang dikatakan/dianggap udik seharusnya tidak menjadi bahan tertawaan. Selain itu, mencela seperti yang 'dibudayakan' di berbagai acara komedi pertelevisian kita,  harus kita tolak dengan keras  dan tetaplah untuk menjadi orang yang beradab. Ketahuilah, ketika kamu mencela dengan kata "Udik", sesungguhnya kamu sedang mencela diri sendiri karena udik terhadap orang  udik. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun