Mohon tunggu...
Mufid Salim
Mufid Salim Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Komunikasi

Menulis Apa yang Dipelajari

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Televisi, Penyaji Cinta dan Konflik Rumah Tangga

13 April 2012   02:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:40 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Televisi di Indonesia hari ke hari tidak kunjung menampakkan perubahan perilakunya. Televisi masih memberatkan konten pada hiburan. Muatan edukasi masih sedikit disaji. Padahal, jika kita melihat kembali tujuan pembentukan media adalah sebagai sumber informasi bagi masyarakat. Hal ini akan sangat berbeda dengan praktik di lapangan yang kita temui. Konten hiburan yang kental, dengan kualitas edukasi yang minim menjadikan televisi sebagai senjata pembodohan massal melalui penurunan kesadaran moral masyarakat.

Masyarakat di jejali dengan pesan-pesan tertentu yang dikontruksi. Sehingga membentuk persepsi bahwa pesan-pesan yang disampaikan adalah yang paling benar. Persepsi masyarakat di atur seakan-akan menjadi realitas yang harus diikuti oleh masyarakat.

Sebagai contoh, adalah merebaknya Blackberry (BB) di Indonesia. Televisi turut bertanggung jawab terhadap meledaknya penjualan BB di Indonesia. Pada awal-awal kemunculannya, BB ditampilkan melalui sinetron dan iklan. Televisi membentuk persepsi publik bahwa pengguna BB adalah orang yang modern, terdidik, sangat up to date dan mempunyai pergaulan yang luas.

Melalui penyajian pesan secara terus menerus, masyarakat pun mulai menerima hal tersebut. Kini kita dapat melihat hasil kontruksi pesan tersebut. Kontruksi pesan ini memunculkan kelas baru pada masyarakat. Kelas pertama pengguna BB sebagai kelas masyarakat elit, terdidik dan up to date. Kelas kedua adalah bukan pengguna BB, merupakan kelas biasa yang memiliki keadaan ekonomi sebaliknya.

Puncaknya BB menjadi kebutuhan baru yang harus dipenuhi. Mengalahkan kebutuhan lain. Pengguna BB lebih rela uang mereka digunakan untuk membeli pulsa daripada untuk makan. Agar dapat terus menggunakan fitur BB Messager. Hal ini dilakukan agar mereka tetap diakui ada dan eksis. Gejala ini serupa dengan kebutuhan rokok bagi perokok.

Antrian launching awal BB Bold terbaru di salah satu Mall di Jakarta beberapa waktu lalu, pun menjadi fenomena pendukung. Antrian massa yang berujung ricuh tersebut sangat mirip dengan antrian masyarakat miskin yang mengantri beras atau Bantuan Langsung Tunai (BLT). Hal ini mengindikasikan perubahan sosio-psikologis masyarakat urban. Mereka rela berdesak-desakan, saling dorong dan tidak mempedulikan orang lain, hanya untuk sekedar mendapatkan gadget terbaru.

Fungsi utama media televisi sebagai sumber informasi yang bermuatan edukatif harus dikembalikan. Fungsi ini harus diletakkan lebih tinggi dibanding fungsi hiburan. Tujauannya agar kehadiran televisi sebagai media pencerahan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Stasiun televisi di Indonesia harus belajar bagaimana National Gheographic Channel menyajikan pengetahuan dengan cara menyenangkan dan mencerahkan. Sehingga status televisi di Indonesia dapat lebih terangkat. Naik kelas menjadi sejajar dengan stasiun televisi internasional. Menjadi rujukan ilmiah yang valid. Bukan sekedar penyaji tayangan cinta anak muda dan konflik rumah tangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun