[caption id="attachment_150061" align="alignleft" width="298" caption="Anas Urbaningrum (KOMPAS: kristianto purnomo)"][/caption]
Perjalanan yang melelahkan tentunya, bagi seorang yang bernama Anas Urbaningrum untuk menuju singgasana Demokrat 1. Keberhasilan dia mengalahkan rivalnya tidak terlepas dari kepiawaian tim pemenangnya. Bagaiamana tim pemenangnya membuat pencitraan Anas sedemikian rupa kepada pemilihnya untuk meyakinkan bahwa Anaslah yang layak menjadi Demokrat 1. okelah,,,, proses pemilihan itu sudah berjalan dan kita semua sudah tahu bahwa pemenangnya Anas.
Yang paling menarik disini, ketidakberhasilan Andi meraup suara pemilih padahal kita semua tahu bahwa dia yang paling gencar membuat pencitraan melalui media tetapi ternyata tidak berhasil meningkatkan pencitraan Andi untuk meyakinkan pada voter untuk mencoblosnya. Andi beralasan bahwa kekalahannya karena kurang dekatnya dengan grassroot, sedang Anas berhasil karena sudah lama di partai dan lebih dekat dengan grassroot. Demikian juga, ada yang beralasan bahwa kekalahan Marzuki Alie karena posisinya sebagai ketua DPR. Okelah,, semuanya itu memang juga ada benarnya, tetapi saya ingin menilik dari sudut lain tentang keberhasilan Anas ini yaitu mencoba mengkaitkan dengan teori mitos Roland Barthes. Menurut Barthes, mitos diartikan sebagai suatu system komunikasi yang membawakan pesan.
Demokrat sudah menyatu dengan diri seorang SBY. Kemenangan demokrat adalah tidak terlepas dari figur SBY. Oleh karena itu, ke depan demokrat harus dipimpin oleh seorang yang memiliki figur seperti SBY. Sebagaimana SBY selalu mengkapanyekan konsep tentang politik yang santun dan demokratis. Konsep “politik yang santun dan demokratis” selalu dikumandangkan SBY sehingga seakan-akan dan bahkan sudah menyatu kedalam partai demokrat bahwa “demokrat telah menjalankan politik dengan santun dan demokratis”. SBY selalu mengiklankan ini setiap kali dalam menghadapi lawan-lawan politiknya. Maka terbentuklah mitos bahwa Demokrat merupakan partai yang mengedepankan cara-cara berpolitik yang santun dan demokratis.
Mitos ini sudah terbentuk, maka jika demokrat ingin memenangkan dalam pemilu 2014 nanti, peralihan kepemimpinan demokrat harus dipimpin oleh seorang yang santun dan demokratis. Inilah yang menjadi inti keberhasilan Anas menuju demokrat 1. Tim pemenang Anas jeli melihat kelebihan Anas yang dikenal dengan sikapnya yang santun, sehingga menjadi modal utama dalam mengkapanyekan Anas menuju demokrat 1. Hal ini kurang dimiliki oleh kedua rivalnya. Konsep ini selalu dicitrakan ke Anas seperti kehendak SBY sehingga terbentuklah bahwa Anas adalah merupakan sosok pemimpin yang santun dan demokratis. Dan ternyata Anas berhasil.
Jadi, keberhasilan Anas, tim pemenangnya jeli melihat mitos yang sudah terbentuk bahwa demokrat harus dipimpin oleh sosok yang santun dan demokratis bukan sosok yang tegas saja. Ketidak berhasilan Andi disebabkan ketidakmampuan tim pemenangnya melihat mitos yang sudah terbentuk pada demokrat yang selalu dikumandangkan oleh SBY. Andi selalu mencitrakan dirinya adalah sosok yang tegas dan demokratis. Hal ini bertentangan dengan mitos yang sudah melekat di demokrat. Wassalam.
Mufid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H