Di mana-mana mal megah berdiri. Begitulah yang terlihat saat saya mengedarkan arah pandang di sekeliling tempat saya berpijak. Saya berada di kawasan Bekasi Barat saat itu. Bagi yang tinggal di kawasan Bekasi tentulah tak asing lagi. Dengan jarak yang tidak terlampau jauh sejumlah mal berdiri dengan kokohnya seperti saling menyapa. Tidak berhenti sampai di situ, banyaknya penawaran yang berbentuk toko-toko dari yang besar sampai yang kecil hadir untuk menjadi bumbu yang ‘sedap’ atas keberadaan mal. Hal ini pun yang kadang membingungkan konsumen dalam menentukan apa maupun dimana yang ia inginkan. Saking banyaknya pilihan.
Namun, inilah potret konsumerisme. Sifat konsumtif ini semakin dipermudah dengan hadirnya sistem pembiayaan berbasis kartu kredit. Dan, memang inilah ladang yang empuk bagi perkembangan kartu kredit.
Saya menjejakkan kaki ke salah satu toko sepatu yang cukup besar di salah satu mal di daerah Bekasi Barat. Tak perlu saya katakan apa yang berjejer di dalamnya, tentulah sudah diketahui. Saya justru memperhatikan ke arah kasir bukan-yang seharusnya-asyik memilah-milah sepatu mana yang saya sukai. Berbagai macam penawaran untuk kemudahan transaksi disuguhkan. Sebuah papan yang tergantung di atas kasir menjadi wadah untuk berpromosi beberapa perbankan penyedia produk kartu kredit. Tak dapat dipungkiri bahwa kartu kredit memang memudahkan kita dalam hal transaksi. Kita dipermudah dengan tidak membawa uang kontan. Bahkan di saat kita tak memiliki uang sekalipun kartu kredit seakan menjadi penyelamat.
Saya pernah ‘diselamatkan’ oleh kartu kredit.
Suatu masa, saat tahun ajaran baru, saya membutuhkan buku-buku latihan spmb. Tetapi dana saya tak mencukupi. Ayah saya pun berbaik hati untuk meminjamkan kartu kredit miliknya. Girang hati saya kala itu. Tanpa saya sadari bahwa saya telah membuat ayah saya berhutang, hanya saja secara halus.
Memang saat itu saya merasa satu masalah telah selesai dan membuat saya terlupa masalah lain yang akan timbul-konsekuensi perbuatan saya yang pertama. Istilahnya gali lubang tutup lubang. Masalah yang kemudian timbul adalah beban yang harus ditanggung ayah saya untuk segera dibayarkan. Mungkin tak jadi masalah bila ayah saya dapat melunasinya. Tapi bagaimana bila tidak. Ah, saya pusing memikirkannya. Beruntung ayah dapat melunasinya. Namun, betapa kagetnya saya saat mengetahui jumlah yang harus dibayarkan oleh ayah saya tak sama dengan yang telah saya gunakan. Bahkan lebih banyak. Oh, saya terlupa perihal bunga.
Bunga memang kerap kali membebani para nasabah. Bahkan mungkin memang sangat membebani. Kita dipaksa untuk membayarkan sejumlah dana yang sama sekali tidak kita mengerti peruntukkannya. Di lain pihak, produk kartu kredit juga berguna. Hanya saja bunganya itu yang kerap membebani para nasabah.
Keuntungan
Hingga suatu hari, saya membaca sebuah majalah mengenai iB Perbankan Syariah. Pada salah satu ulasan membahas mengenai kartu kredit syariah. Di situ tertulis bahwa salah satu produk perbankan syariah ini tidak menerapkan sistem bunga berbunga. Intinya kartu kredit syariah merupakan sebuah produk yang berfungsi sebagai kartu kredit yang hubungan hukum antara pihaknya berdasarkan prinsip syariah.
Hadirnya salah satu produk dari iB perbankan syariah ini seakan sebuah jawaban atas resah segelintir orang mengenai sistem bunga pada produk kartu kredit umumnya. Bukan hanya itu beberapa produk pembiayaan ini pun membuka jalan untuk membuka usaha dengan cara membeli franchise dari produk ternama dengan kemudahan harga yang terjangkau serta pembayaran dengan cara mencicil sampai 12 bulan. Serta kemudahan-kemudahan lainnya.
Sisi lain itu
Di samping keuntungan yang juga membawa manfaat tersebut ada dampak lain yang mungkin saja timbul yaitu, semakin menggeliatnya tingkat konsumerisme warga. Bayangkan bila masyarakat disuguhkan sebuah produk pembiayaan berbasis kartu kredit yang tanpa pembebanan bunga. Tentunya animo masyarakat akan besar. Untuk perkembangan produk iB Perbankan Syariah ini dampaknya mungkin bagus. Namun, untuk masalah sosial seperti masyarakat yang makin konsumtif itu mungkin akan buruk. Karena masyarakat akan dengan mudahnya berbelanja apapun yang dia inginkan. Menyebabkan keborosan yang tentunyapun tak baik-melenceng dari budaya menabung yang telah diajarkan kepada kita dari kecil.
Harapan itu
Sehingga peran iB perbankan syariah dalam hal mengingatkan untuk tidak boros sebagai yang telah menawarkan produk pembiayaan berbasis kartu kredit ini, amat diperlukan. Yang diharapkan tentunya agar perbankan syariah bukan hanya sekedar menerapkan sistem syariah. Tapi juga manfaatnya bagi seluruh manusia. Sehingga kerugian maupun keburukan yang mungkin akan timbul dapat ditekan ataupun langsung dihilangkan.
Seperti yang diterapkan BNI syariah-sebagai contoh. Selain mengenalkan produk iB perbankan syariah tersebut, BNI syariah pun mengajak masyarakat untuk menggunakan kartu kredit tersebut dengan sebaiknya. Sesuai dengan moto mereka ‘Inspirasi Belanja Bijak Sesuai Syariah’. Sehingga diharapkan dapat mengimbangi tingginya tingkat konsumerisme.
Semoga iB Perbankan Syariah terus berkembang melebarkan manfaatnya ke seluruh pelosok negeri. Amin.
http://sangauthor.blogspot.com/2010/08/dampak-lain-kartu-kredit-syariah.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H