Mohon tunggu...
mohammad mufid
mohammad mufid Mohon Tunggu... -

mufid adalah mahasiswa UIN malang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jujur Itu Butuh Kebiasaan

17 Oktober 2012   00:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:46 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlalu banyak permasalahan yang kita hadapi yang disebabkan tidak adanya kejujuran. Sepintas pandangan orang, jujur itu sangat sederhana sekali tapi efeknya luar biasa. Bahkan Negara kita saja bingung membentuk agar seeorang itu jujur, Khususnya bidang pendidikan yang diharapkan bisa menjadi ”agent of change” bagi kehidupan masyarakat. Realitanya dalam lingkungan akademik saja masih banyak prilaku yang prilaku yang tidak jujur. Seperti pembuatan makalah, dan tugas ilmiah lainnya.

Sebenarnya hanya dengan wacana saja jikalau plagiasi, dan lain-lain dilarang dan haram hukumnya. Kenyataanya proses dalam menghindari hal-hal yang dilarang dalam akademik tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Seperti halnya dalam penulisan makalah jarang seorang dosen menayakan apakah nama yang tercantum benar-benar ikut mengerjakan? Jarangkan? Yang ada hanya sudah selesai berarti sudah. Padahal memungkinkan yang kerja hanya satu atau dua orang saja, yang lain hanya titip nama. Dari sisi ini saja bahwa jujur dalam akademik butuh pengawasan yang ekstra ketat, dan ketegasan yang benar-benar tegas dan bisa membentuk karakter mahasiswa itu yakni kejujuran.

Memang membiasakan akan jujur khususnya dalam akademik itu membutuhkan kesadaran yang tinggi, jujur dalam keseharian saja sudah sulit apalagi di bidang akademik. Sehingga jelas kejujuran akademik bisa diwujudkan jika sudah memiiki kejujuran dalam kehidupan sehari-harinya. Tapi masalahnya kapan keasadaran itu datang hal itu sulit diprediksi. Oleh karena itu pembiasaan akan kejujuran itu sangat perlu guna menumbuhkan kesadaran yang tinggi. Dalam teori belajar teori ini di kenal dengan teori behavioristik yang tujuannya agar peserta didik terbiasa dengan stimulus yang diberikan dalam pembelajaran, yang dicontohkan dalam teori itu anjing saat pertama anjing merasa kebingungan saat memakan daging dan memberontak karena ada tekanan (diataur oleh bel dan aturan) jikalau tidak ikut aturan main, anjing akan kelaparan sehigga mau tidak mau anjing itu terbiasa dengan stimulus yang diberikan sehingga ada bel meski tidak ada daging akan timbul reaksi yang sama. Sudah jelas pendidikan sendiri sudah punya penyelesaiannya. Begitupula pada peserta didik perlu ada pembiasaan dan tekanan(aturan tegas) pada awalnya, lama kelamaan akan terbiasa meski sedang diawasi oleh guru atau tidak. Kita menoleh kebelakang sedikit yakni cara kakek nenek kita mendidik karakter anaknya yaitu bapak kita penuh dengan kedisiplinan. Ada pelanggaran sedikit saja sudah ada punishment yang tegas, tapi dalam kontek zaman sekarang mungkin dengan punishment yang mendidik. Sehingga anak benar-benar tidak mengulangi lagi. Hasilnya benar-benar luar biasa, ditanya kamu sudah sholat belum? ya dijawab apa adanya. Ini contoh kecil saja.

Anda pasti tahu akan semboyan PAKEM (pendidikan aktif kreatif efektif menyenangkan) yang sangat popular dalam menciptakan suasana belajar yang di idam-idamkan. Tapi hal itu saya rasa kurang jika hanya berhenti di menyenangkan, untuk membentuk kepribadian seseorang. Jikalau boleh saya menambahkan satu M lagi menjadi PAKEMM, M yang terakhir yaitu menimbulkan kenangan indah. Karena tidak selamanya menyenangkan itu bisa menimbulkan kenangan indah, karena menyenangkan itu sifatnya nafsu manusia.Belajar dengan santai tidak banyak aturan mungkin secara dhohir dan sesaat bisa senang tapi idak tahu di lain waktu dia menyesal atau sedih tidak tahu. Tapi yang saat belajar khususnya dalam rangka memebentuk kakarakter seseorang butuh akan kegiatan yang sifatnya agak sedikit paksaan dan mungkin itu tidak akan menyenangkan bagi peserta didik. Sulit membentuk karakter seseorang termasuk kejujuran. Kita dipaksa jujur dan dibiasakan jujur sangat sulit sekali apalagi memebentuknya secara instan hal itu saya kira mustahil karena itu sifatnya proses dan kontinuitas sehingga butuh waktu lama, tidak bisa sekali atau dua kali. Sebagai ilustrasi mungkin diantara kita pernah merasa dengan cara mengajar guru kita yang tidak sesuai dengan keinginana kita dan sangat tidak menyenangkan tapi di waktu lain kita merasakan akan adanya manfaat hasil didikan beliau yag bisa memberikan kontribusi dalam memebentuk kepribadian kita dan kita malah bangga menceritakan kisah itu kepada orang lain. Hal itulah yang membuat peserta didik rasa kesadarannya tumbuh meski tidak langsung tapi setidaknya ada hasilnya yang lebih efektif.

Selain pembiasaan jujur yang sedikit ada kekangan dan pengawasan yang ekstra disiplin juga perlu adanya penghargaan. Hal ini sangat penting karena setiap kelakuan positif seseorang merasa diakui. Di dunia akademik khususnya UIN malang masih kurang dalam pemberian penghargaan bagi peserta didik yang memiliki kepribadian yang baik. Pendidikan mayoritas lebih menghargai anak yang berprestasi dalam aspek intelektual saja tapi masih jarang memeberi penghargaan bagi pserta didik yang memiliki kepribadian yang mulia. Bagaimana orang itu bisa memiiki kepribadian khususnya kejujuran tapi dalam proses pembentukan sekecil kejujuran peserta didik tidak diakui dan dihargai. Bukankah pendidikan bertanggung jawab atas keseluruhan peserta didik. Tidak hanya intelektual tapi juga jiwa dan kelakuannya, Hadis nabi “Khorunnaasi ahsanuhum khuluqo”(Sebaik-baiknya manusia adalah adalah yang baik budipeketinya). Bukankah peserta didik yang memiiki karakter mulia juga merupakan prestasi. Karena salah satu kebutuhan manusia yaitu adanya pengakuan dari orang lain. Kata singkatnya, kejujuran akademik bisa dibentuk karena kebiasaan dan kebiasaan bisa bejalan dengan adanya paksaan pada awalnya sehingga kesadaran itu akan tumbuh.

Penulis; Mohammad Mufid

Mahasiswa PAI UIN Malang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun