Mohon tunggu...
Lyfe

Jadilah Pendaki Cerdas yang Bijaksana

11 April 2016   15:21 Diperbarui: 11 April 2016   18:20 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini saya dibuat jengkel dengan banyaknya postingan di Facebook ataupun media sosial lainnya yang memajang foto-foto mereka di gunung. Mulai dari selfie, foto pemandangannya, foto dia sholat diatas gunung, foto mereka menghadap kelangit, dan lain-sebagainya. Okelah, saya akui sekarang banyak sekali fotografer amatir yang sudah ahli dengan gadgetnya. Namun, yang membuat saya miris adalah CAPTION di foto merekaa “Cowok cakep itu pendaki gunung”, “mari kuajak kau melihat indahnya alam dari atas gunung”, “akhirnya sampai juga di negeri di atas awan”, “diatas gunungpun kami masih mengingatMu”, “my trip my adventure”, “ngetrip di 1000000mdpl”. . Bayangkan jika postingan itu mampir ke timeline kamu SETIAP HARI!

Masalahnya disini adalah banyak orang yang berniat menuju puncak gunung dengan hanya bermodal baju, dan peralatan yang kelihatan seperti backpacker, dan kamera ala kadarnya, serta dengan niat yang sungguh sungguh “nanti saya akan posting foto saya di atas gunung (sambil bawa tulisan ‘I LOVE EMAK’) ”. Clear! Setelah foto, saya balik pulang. Masalah biaya? Gampang, nanti bisa mintak bapak-ibuk dengan dalih ini adalah refreshing setelah menyelesaikan tugas kampus atau tugas sekolah yang menyakitkan kepala.  Lebih menyebalkan lagi saat kamu lihat saat ini bayak sekali yang katanya “ngetrip, berpetualang” atau apalah yang mereka kata, tapi akhirnya masuk media massa sebab meninggal karena selfie? Atau.. Atau.. Naik kegunung terus hilang? Naik ke gunung lalu kakinya patah? Naik ke gunung lalu kerasukan? Banyak to? Kira-kira apa hayo penyebabnya? mungkin dan mungkin karena mereka hanya amatiran yang naik gunung dengan niat yang salah!!

Bayangkan, dulu tidak banyak orang yang bisa naik gunung karena mereka memperhatikan banyak hal, bahkan bisa jadi dulu hanya orang-orang yang berpengalaman dan professional saja yang naik gunung. Selain itu , mereka melakukannya bukan karena hanya untuk refreshing setelah melaksanakan ujian (apalagi ujiannya nilainya jeblok ). 

Tapi mereka punya misi, punya tujuan yang pasti. Contoh : muhasabah dan intropeksi diri disana, menyisir hutan digunung dan membersihkan sampah disana, tuntutan pekerjaan, atau yang lainnya. Puncak gunung dahulu layaknya sebuah dongeng indah yang bahkan kita tak pernah tau bentuknya seperti apa. Gunung bagaikan sebuah keindahan alam yang saat kita lihat dari jauh saja kemegahannya tiada tara. Namun sekarang, setiap hari banyak sekali foto yang berceceran di media sosial. Puncak gunung serasa kehilangan pesonanya karena fotonya berjejer dengan muka pendaki yang berpose aneh-aneh. 

Kita juga tau bahwa sekarang banyak sekali gunung yang kemudian difasilitasi dengan anak-anak tangga yang memudahkan pendaki untuk sampai ke puncak, tak heran kalau wisata gunug sekarang menjad trend di masyarakat. Apalagi tuh, sekarang banyak film indonesia yang menceritakan tentang keindahan gunung. Makin bahagia ajah masyarakat indonesia berbondong-bondong kesana demi menginjak tanah yang pernah dipijak oleh artis-artis yang berperan di film itu.

Andai saja gunung itu hidup. Kemudian ia bangun setelah tidur panjangnya. Apa dia tidak kaget melihat banyaknya kerumunan manusia menginjak-injak tubuhnya, menganggu ketenangannya, bahkan ada yang melukai kawan-kawan tetumbuhannya, sampai-sampai meninggalkan jejak berupa sampah yang lama-lama menggunung seperti dirinya. Bayangkan saat gunung marah, kemudian melahap kalian satu per satu kedalam kawahnya. Mustahil mungkin, namun jangan salah, bukankah gunung memang pernah suatu kali marah dengan letupannya yang dahsyat?

Para pendaki, tidakkah kalian cukup memuaskan diri dengan melihat keindahannya saja, apa belum cukup kemegahan ciptaan Allah itu kau syukuri?, kini malah perlahan kau rusak sendiri, sudahkah kau mempertebal imanmu setelah kau menempuh perjalanan berkilo-kilo meter demi melihat matahari terbit disana ? Atau malah kini kau asyik berpindah dari gunung ke gunung namun tak pernah kau sujud kepadaNya dari masjid ke masjid? Yang katanya disana kau melihat keindahan alam, sudahkah saat kamu turun kemuadian mengindahkan alam sekitarmu, membersihkannya, dan merawatnya. Sudahkah?  Atau jangan-jangan disana kamu hanya mempertaruhkan hidup dan mati hanya demi selembar foto terbaik untuk kau pamerkan di media sosial?

Mungki tulisan saya ini akan mendapat kritikan dari banyak orang, emang loe sih, bisanya Cuma nulis ajah nggak pernah nge-trip!!. Jangan salah, saya juga punya keinginan suatu hari nanti untuk mendaki gunung. Namun bukan sekarang, karna saya rasa saya belum siap segala sesuatunya. Saya juga ingin melihat matahari terbit disana, namun bukan sekarang. Hanya saja saya berpesan kepada paa pendaki gunung yang sudah kecanduan . Jika kau cinta sama gunung itu, setidaknya beri mereka waktu untuk tenang tanpa riuh dan perbuatan kotor kalian.

Jadilah pendaki cerdas yang bijaksana… :)

[caption caption="sumber : www.kompasiana.com"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun