Di sebuah gudang tua yang penuh dengan perkakas kayu, hiduplah seekor ular kecil. Suatu malam, terdorong rasa ingin tahu, si ular merayap keluar dari lubang persembunyiannya. Dalam kegelapan, matanya yang tajam menangkap kilauan benda-benda asing. Dengan hati-hati, ia mendekati sumber cahaya itu.
Tanpa sengaja, tubuhnya menyentuh sebuah benda keras dan tajam. Terkejut, ular itu mundur seketika. Perutnya terasa perih. Dengan marah, ia menggigit benda itu dengan sekuat tenaga. Namun, gigitannya hanya membuat mulutnya semakin sakit. Tidak menyadari bahwa yang digigitnya adalah sebuah gergaji, ular itu semakin kesal.
Dengan penuh dendam, ia melilitkan tubuhnya pada gergaji itu. Semakin kuat ia melilit, semakin dalam luka-lukanya. Darah segar mengalir dari tubuhnya. Namun, amarah telah membutakan matanya. Ia tidak menyadari bahwa tindakannya justru membahayakan dirinya sendiri.
Perlahan, tubuhnya lemas. Nafasnya semakin sesak. Akhirnya, dalam keputusasaan, ular itu menyerah. Ia tergeletak tak berdaya di samping gergaji yang telah menjadi penyebab kematiannya.
Dari kisah ini, kita dapat belajar bahwa amarah dapat membawa kita pada kehancuran. Ketika kita membiarkan emosi menguasai diri, kita akan bertindak tanpa berpikir panjang. Akibatnya, kita dapat menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Sebaiknya, kita selalu berusaha untuk mengendalikan emosi dan berpikir jernih dalam menghadapi setiap masalah.
Pesan moral dari cerita ini: Jangan biarkan amarah menguasai diri, karena itu dapat membawa kita pada kehancuran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H