Mohon tunggu...
mudzakkir Hafidh
mudzakkir Hafidh Mohon Tunggu... -

seorang guru di SDN Menanggal 601 Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Nature

Nama Baik Surabaya Ternoda Es Krim

13 Mei 2014   18:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:33 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh

Mudzakkir Hafidh

www.ideguru.wordpress.com

Selamat pagi semua, semoga sehat selalu…

Pagi ini, sambil menunggu pemateri workshop PAI Unggulan 2014, saya menyaksikan mulai kemarin dan pagi ini di seluruh saluran TV nasional, bagaimana Walikota Surabaya marah besar kepada panitia pembagian es krim gratis yang menyebabkan rusaknya berbagai macam tanaman langkah di Taman Bungkul yang baru-baru ini dinobatkan sebagai Taman Kota terbaik se-Asia Pasifik.

Pada kesempatan itu masyarakat Surabaya yang sebelumnya mendengar promosi bagi-bagi gratis es krim dari berbagai media sosial network berkumpul di area Taman Bungkul dan sepanjang Jalan Darmo untuk menunggu momen bagi-bagi es krim gratis.  Ketika 30 grobak es krim datang tanpa dikomando mereka menyerbu dan memperebutkan es krim dari grobak-grobak tanpa memperhitungkan tanaman dan bunga-bunga yang ada di depannya, padahal tanaman itu sudah ditanam secara mengangsur sejak 10 tahun lalu. Sungguh tragis hanya 15 menit sebagian besar tanaman dan berbagai bunga hancur, layu bahkan mati.

Peristiwa ini sedikit mempengaruhi nama baik kota Surabaya yang akhir-akhir ini menjadi kebanggan bagi masyarakat Surabaya yang kebetulan bertugas di luar Surabaya. coba ditanyakan beberapa masyarakat yang kebetulan bepergian ke kota lain baik personal maupun tujuan dinas, pasti mereka bangga karena nama Surabaya moncer dan lebih terkenal dari kota-kota yang lain prestasinya. Dalam peristiwa rebutan es krim gratis ini dapat disimpulkan bahwa sebagian masyarakat surabaya belum disiplin hidup dibuktikan dengan tidak mengantri dengsn baik bahkan sebaliknya malah berebut dan saling berdesakan bahkan merusak lingkungan yang ada. padahal barang yang diperebutkan hanyalah es krim yang harganya tidak lebih dari Rp. 5.000,- . kata murid saya, mereka tidak punya malu dan memalukan warga Surabaya yang lain.

Penting bagi kita para guru dan orang tua, mari kita didik anak kita menjadi manusia penyantun dan pemberi (alyadul ‘ulya) bukan masyarakat peminta-minta atau masyarakat yang hanya mengharapkan gratisan (alyadus shufla).  Mari kita perhatikan fenomena ini pada bulan Ramadhan yaitu pemberian zakat fitrah dan maal, hanya karena uang Rp. 20.000 mereka harus antri sampai Shubuh sampai Ashar bahkan mereka tidak puasa karena itu, hanya karena antri daging 1 KG di sebuah masjid nasional pada hari raya Iedul Adha mereka antri sampai harus pingsan dan menginjak-nginjak saudara lainnya.

Sekali lagi mari kita didik anak kita menjadi calon genarasi serta bagian masyarakat Indonesia yang  mandiri dan ahli shadaqah bukan bangsa yang masyarakatnya suka meminta-minta  atau menjadi pengemis. Bagaimana pendapat anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun