Jakarta- Sebagian besar orang masih melihat film secara terpisah. Film biasanya hanya dinilai dari sisi cerita atau tema, akting pemain, dan mungkin sedikit sisi sinematrogafinya. Kedalaman memahami seni film masih sangat terbatas. Menurut Sutradara Roy Wijaya, pengetahuan tentang film sebagai sebuah karya seni masih berada di ruang-ruang kuliah semata, padahal film bukanlah milik para akademisi saja, melainkan milik semua orang yang hobi menonton.
Â
Hal itu disampaikanya dalam Diskusi Sehaty Entertainment Saat Rapat Kerja 2021 dengan Tema "Fungsi SDM Dalam Film Antara Peran dan Adegan,". Roy, memberikan sedikit ilustrasi untuk membantu para Talent dan pegiat Film untuk membaca film sebagai sebuah bentuk seni.
Â
"Melalui Diskusi ini, Audience akan belajar tentang motif atas pilihan teknik sutradara baik dari sisi naratif maupun sinematiknya. Dengan mengenal dua unsur pembentuk film tersebut, diharapkan Audience akan memahami film dengan lebih baik," ungkap Roy saat memaparkan pikirannya dalam Diskusi di Gedung BIPI, Jakarta, Rabu 19 Mei 2021.
Secara Naratif Diskusi ini, kata Roy, akan mampu memberikan contoh-contoh dari setiap unsur pembentukan film dengan disertai ilustrasi dan referensi film. Contoh-contoh tersebut akan memudahkan Audence untuk mengerti teori yang sedang dibahas.
Â
Bahkan Tak lupa juga sang Sutradara, menghadirkan pandangan masyarakat terhadap kondisi fillm saat ini. "Hal ini menjadi menarik untuk di simak karena pembuatan film dalam mengawetkan peninggalan zaman lewat sudut pandangnya, sampai saat ini masih relevan dengan kehidupan saat ini," bebernya.
Â
Semantara Aktor Senior Krisna Mukti yang jadi pembicara dalam diskusi tersebut, mengatakan, Pesan Diskusi dalam film saat ini diharapkan akan muncul berbagai ide kreatif saat media sosial menjadi kiblat utama, para sineas muda seperti Youtuber.
Â
"Karena menjadi Pemain Film itu tidak mudah, harus banyak belajar dalam beradegan, sebagai bentuk kreatuf dalam berakting," Jelasnya.
Â
Secara personal, Krisna Mukti cenderung memandang film sebagai medium pesan, sehingga isi pesan yang disampaikan  menjadi lebih penting daripada cara penyampaiannya.
Â
"Saya tetap mempertimbangkan nilai-nilai politis dalam tiap film yang saya mainkan. Karena secara garis besar, film terdiri dari dua unsur utama, yakni naratif dan sinematik. Akan tetapi keduanya harus hadir berkesinambungan dan tak bisa berdiri sendiri-sendiri," urainya.
Â
Menurut Krisna, Tantangan fundamental membuat film adalah tentang mengupayakan aspek sinematik menyampaikan aspek naratifnya.
Â
"Itulah kenapa sampai hari ini saya adalah penonton dan pemain film yang jauh lebih fokus terhadap wacana dan kebebasan sisi naratif dalam film dibanding seluk beluk sinematiknya," katanya.
Â
Sementara Itu, Pegiat Film Farisal Syarief  memandang, pentingnya membaca pemikiran sang Sutradara adalah memahami film membuat dirinya mulai mengerti aspek teknis dasar estetika sinema.
Â
"Setidaknya saya jadi tahu apa itu mise-en-scene, low key lighting, rack focus, crane shot, dissolve, jump cut, dan terminologi-terminologi lainnya," ungkap Syariep. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H