Senja mulai beringsut pamit, langit tak lagi jingga, menyisakan  semburat kemerahan di batas horison, ketika Lintang melangkah pulang. Pakaiannya basah terguyur ombak, tapi Lintang tak peduli. Ia memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Perutnya mendadak lapar, teringat seharian belum ada makanan yang mampir di lambungnya.
Sebelum pulang, Lintang menyempatkan mampir ke rumah makan membeli tiga porsi ayam bakar madu. Cuma itu yang Lintang ingat makanan yang disukai Anggie dan Bobby.
Anggie tersenyum ketika melihat mobil Lintang memasuki pekarangan, bergegas ia menyambut Lintang dengan wajah berseri. Lintang mengernyit alis, tak biasanya Anggie ada di rumah jam segini, atau justru ia yang tak biasa pulang sesore ini? Entahlah...
"Kok tumben mama pulangnya cepat," sapa Anggie, ada guratan heran terselip di balik senyumnya.
"Mama sakit?" Kali ini sedikit cemas melihat Lintang bergeming tak menjawab.
"Mama hanya capek," jawab Lintang berusaha tersenyum. Ia melangkah menuju meja makan dan menarik sebuah kursi, lalu membuka bungkusan nasi yang dibelinya.
"Yuk, makan!" ajaknya pada Anggie
Anggie mengikuti Lintang duduk di kursi, lalu mengambil sebungkus nasi dan menyuap dengan pelahan. Kali ini keduanya berhadapan. 'Aku belum pernah membicarakan masalah promosi jabatan yang aku dapatkan, mungkin ini saatnya bicara pada Anak-anak' Â Lintang bersenandika, dilihatnya Anggie juga tengah menatapnya dengan sorot serius.
"Ada masalah?" Lintang memancing pembicaraan. Anggie menggeleng pelan, matanya masih menatap Lintang serius.
"Ma...," ujar Anggie kemudian.
"Ya, sayang. Ada apa? Mau minta tambahan uang buat skripsi?" tebak Lintang. Anggie menggeleng lagi.