Ada yang beda pagi ini. Boleh dibilang terlalu pagi ketika pakne bangun dan langsung menuju dapur. Menyeduh secangkir kopi dan segelas teh manis, Â kemudian menyiapkan dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi dan irisan mentinun sebagai garnis.
Bune yang bangun tak lama kemudian, mengucek-ngucek matanya tak percaya. Sambil setengah menguap ia menatap heran ke arah pakne
"Kok tumben, pakne? Ada apa to ?" tanya bune heran. Pakne hanya tertawa
"Sini duduk, bune! Kita sarapan." ujar pakne sambil menepuk kursi kayu di sebelahnya, menyiapkan untuk bune duduk di sebelahnya.
Meski heran bune menurut, Â duduk di sebelah pakne dan mulai menyendok nasi gorengnya.
"Gimana, bune? Enak nggak?" tanya pakne. Bune hanya mengangguk dengan mulut penuh.
"Habisin, bune! Aku tak siap-siap berangkat kerja dulu, ya." ujar pakne yang lebih dulu menghabiskan sarapannya. Diteguknya kopi dengan lahap hingga tinggal ampas, lalu beranjak menuju kamar mandi.
Tak sampai setengah jam pakne sudah siap dengan motor bututnya di teras.
"Aku berangkat dulu, bune." kata pakne setengah berteriak. Tergopoh bune menyusul ke teras, menghampiri pakne dan mencium punggung tangan suaminya dengan takjim.
"Hati-hati, pakne." pesan bune. Dilihatnya pakne senyum-senyum penuh arti. Bune merasa aneh, Â seperti ada yang pakne sembunyikan, tapi bune hanya menyimpan rasa penasarannya sendiri.
Setelah punggung suaminya tak nampak dari teras rumah, bune langsung beraksi dengan misi hariannya. Menyapu dan mengepel lantai, mencuci piring, mencuci baju dan memasak. Baru menjelang siang bune selesai dengan rutinitasnya.
Setelah menyelesaikan sunnah dua rakaat, seperti biasa bune menghabiskan waktu di depan tv menonton sinetron kesukaannya sambil menyetrika baju.