Terlepas dari kenyataan historis asimilasi dan akulturasi atas proses Islamisasi nusantara, masihkah kita harus malu jika pergi jumatan bersarung, atau mampir ke rumah tetangga tanpa perlu memasukkan peci ke kantong baju, atau bahkan pergi ke sebuah acara dengan berbaju muslim ria???
***
Menurut sejarah, sarung berasal dari kebudayaan bangsa Yaman. Meskipun sebenarnya di sana sarung bukanlah dipakai untuk sholat, tetapi menjadi sebuah pakaian sehari-hari. Ia masuk ke Indonesia melalui wasilah para pedagang arab yang datang berdagang ke Indonesia. Seiring proses perkembangan budaya hingga kini, ternyata sarung bukan hanya dipakai orang-orang muslim saja, tetapi kalangan hindu-budha juga menyerapnya. Seperti yang kita lihat jika di bali, para penari kecaknya memakai kain sarung berpatron kotak-kotak besar hitam-putih.
Kalau baju muslim atau baju koko kita biasa menyebutnya, belum seberapa banyak sumber yang dapat memastikan asalnya. Tetapi berdasarkan analisis sebagian orang, baju ini bersumber dari kebudayaan cina. Baju ini dahulunya banyak dipakai oleh engkoh / koko-koko, paklek of Chinese tersebut. Biasanya baju ini berwarna merah, dengan leher baju tanpa kerah. Nah, selanjutnya, seiring perkembangan budaya, baju ini telah termodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi cirri khas umat muslim nusantara masa kini. Tentunya, bentuk baju muslim ini tidak disertai dengan kancing khas cinanya.
Adapun Kopiah (bukan kopi) hitam / songkok yang biasa dipakai pak caleg banyak janji hingga pak presiden di figura, itupun sangat khas di nusantara. Ada cerita, pada saat ketika pada awal mula kemerdekaan, ketika para tokoh Indonesia berkumpul dengan para utusan Negara-negara Islam lainnya dalam sebuah forum organisasi Negara Islam dunia, sangat mudah mengidentifikasi utusan-utusan tersebut saat berfoto bersama. Orang-orang dari belahan Turki, biasanya memakai topi khasnya Kemal sekularis Attaturk yakni tarbus Turki. Orang-orang arab memakai kafiye / kafiya, yang bentuknya berupa kain lebar dengan dililit ikat melingkar di kepala. Dan, untuk bapak bangsa dari Indonesia, cukup cari saja yang berkopiah hitam, dan biasanya berbadan kecil dan agak menyempil.
Songkok hitam ini pun sepertinya memang dipopulerkan oleh ikon kemerdekaan kita, bapak bangsa Soekarno. Kala itu belum ada yang memakai songkok sejenis ini. Menurut cerita, songkok ini pertama di kenakan oleh Tjokroaminoto, sang guru para tokoh bangsa kala itu. Selanjutnya, banyak para muridnya yang mengekor gaya sang guru tersebut, tak terkecuali sang proklamator. Pertama kali pun, sang putra fajar tersebut memakai songkok yang agak pendek. Suatu ketika, ketika ia bertandang ke rumah seorang gurunya, ia dihadiahi songkok yang lebih tinggi. Alhasil, karena penampilannya yang sangat cocok dengan kopiah tersebut, maka dikemudian hari benda ini menjadi identik dengan sang bapak bangsa tersebut.
***
Wallahu a’lam...
Gedong Meneng, 12 April 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H