Mohon tunggu...
Mudhofir Abdullah
Mudhofir Abdullah Mohon Tunggu... profesional -

Mudhofir Abdullah adalah Dosen Filsafat Hukum Islam IAIN Surakarta. Tinggal Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kematian yang Diketahui

1 Agustus 2016   15:36 Diperbarui: 1 Agustus 2016   15:42 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan tayangan dan berita-berita tentang eksekusi mati terpidana narkoba Jumat yang lalu, saya merasa sedih dan menahan haru. Di kedalaman hati, saya merasa kasihan pada mereka. Tapi kalau hukuman ini tidak dilakukan seolah tak ada tindakan apa-apa atas orang-orang yang telah merusak generasi muda bangsa. Ada perasaan mendua. 

Pro dan kontra atas hukuman mati ini sah-sah saja. Terlepas dari itu semua, hati kecilku menangis. Pertanyaan-pertanyaan saya adalah membalik, bagaimana jika itu saya? Jika saya yang menghadapi eksekusi mati itu, bagaimana rasa takutnya? Bagaimana bayangan-bayangan tiap detiknya adalah teror? Jika waktu seluruhnya menyiksa dan membuat denyut nadi penuh dengan hantu-hantu kematian?.

Benar bahwa semua makhluk hidup akan mati. Tapi kita diuntungkan tidak sepenuhnya tahu di detik mana kita akan mati. Dari ketidaktahuan kita akan detail-detail waktu kematian, membuat kita terus memiliki harapan. Harapan adalah karunia terbesar yang pernah diberikan Tuhan kepada manusia. Karena 'harapan' manusia punya semangat untuk terus hidup--betapa pun susahnya hidup itu. Tapi bagaimana perasaan para terpidana jelang detik-detik penembakan itu dilakukan? Kepasrahan? Atau takut sehabis-habisnya sehingga tak sadarkan diri sebelum ditembak mati? Apa pun, kematian yang diketahui oleh diri sendiri adalah sangat menyakitkan.

Ini membuat kita bertanya, masih relevankah hukuman mati diterapkan?

Surakarta, 01-08-2016

Oleh: Mudofir alias Mudhofir Abdullah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun