Ternyata Berbahasa Indonesia itu Tidak Mudah
Oleh Muchwardi Muchtar
"Sumpah Pemuda", secara resmi disebut sebagai Keputusan Kongres Pemuda Indonesia adalah ikrar yang diucapkan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda adalah salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini merupakan bentuk pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia oleh pemuda dan pemudi di Indonesia dengan pernyataan janji SATU TANAH AIR, SATU BANGSA dan SATU BAHASA.
Jika hari ini dalam bahasa lisan atau ucapan terjadi kesalahan berbahasa masih bisa dimaafkan, namun jika kesalahan dalam penulisan Penggunaan Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar (PBIYBB) terjadi dalam buku atau surat resmi pemerintah, maka ini adalah contoh kelalaian dan kedunguan dalam berbahasa.
Memang, jika kita lihat di lapangan, ternyata  PBIYBB tidak gampang, dan kesalahan marak terjadi di mana-mana. Hingga detik saya membuat tulisan di Kompasiana  banyak terjadi pemakaiaan kata-kata dalam Bahasa Indonesia di media online maupun medsos yang tidak baku. Dan itu berkembang biak dari hari ke hari, tanpa ada yang merasa salah atau malu ikut sebagai pelakunya. Untuk sekedar mengingatkan saudara pembaca sebangsa setanah air akan pentingnya kita kembali berbahasa Indonesia yang baik dan benar melalui forum resmi, kiranya perlu merenung. Apakah berbahasa Indonesia itu hanya tugas para penyuluh bahasa di televisi atau dalam pendidikan resmi milik pemerintah saja?
Sekedar untuk memberi contoh dapat disampaikan beberapa kata yang dalam kehidupan berbahasa sehari-hari sering kali terjadi, dan selalu terjadi, seperti di bawah ini.
 Fotocopy bentuk yang benar adalah fotokopi, sekedar yang benar adalah sekadar, ijin yang benar adalah izin, milyar yang benar adalah miliar, lobang yang benar adalah lubang, kwalitas yang benar adalah kualitas, jagad yang benar adalah jagat, kreatifitas yang benar adalah kreativitas,  hutang  yang benar adalah utang,  hoax yang benar adalah hoaks, dan lain-lain, dan seterusnya.
Kesalahan berbahasa Indonesia bisa terjadi karena pemakaian bentuk tuturan, ejaan, dan tanda baca yang menyimpang dari kaidah Bahasa Indonesia baku masih saja dilakukan. Kata-kata tidak baku sering digunakan dalam percakapan sehari-hari atau pesan kepada teman, berlanjut terus tanpa waktu yang tak terhingga.
Jika mengenang kembali "aktivis bahasa" yang nyinyir di TVRI pusat Jakarta, mengasuh acara "Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia" di era pra reformasi, tentu ada baiknya jika acara tersebut kembali dihidupkan oleh pemerintah Prabowo. Â
Masalahnya, jika dibiarkan terus perlakuan berbahasa seenaknya oleh penutur bahasa (orang Indonesia) saya sangsi kehancuran Bahasa Indonesia di tanah air semakin menjadi-jadi. Kalau dulu pemerintah memberi penugasan ke Sub.dit di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud yang sebelumnya dipopulerkan dengan sebutan Departemen PDK) untuk selalu melakukan penyuluhan rutin, maka semenjak "reformasi kebablasan" terjadi di republik ini, semua tanpa kontrol tanpa  ada yang bertanggung jawab.
Kalau saja TVRI masih memiliki acara pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia yang bisa diselaraskan dengan acara Siaran Pemasyarakatan Bahasa dan Sastra Indonesia, tentu kerusakan Bahasa Indonesia di negeri ini bisa dibendung. Dengan kewewenangan yang ada di tangan pemerintah (2024-2029) bisa saja dilahirkan Surat Perintah (atau Edaran) kepada seluruh canel televisi swasta di Indonesia untuk wajib merelai acara tersebut.