Mohon tunggu...
Muchwardi Muchtar
Muchwardi Muchtar Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pelaut, marine engineer, inspektur BBM dan Instruktur Pertamina Maritime Center

menulis, membaca, olahraga dan presentasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hentikan Membungkus Kue-kue Khas Pendesaan dengan Plastik

28 September 2024   23:28 Diperbarui: 28 September 2024   23:45 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto asli Muchwardi Muchtar

Gerakan Kembali ke Daun Pisang Hijau

Oleh  Muchwardi Muchtar

Ada yang selalu mengusik saya setiap membeli dan memakan jajanan tradisional yang banyak dijual di hampir semua pasar atau warung di nusantara. Kenapa setelah kuenya dibungkus dengan daun pisang,  mesti dibungkus lagi dengan lembaran plastik bening? Kenapa jenis kue tradisional (seperti lepat nagasari, agar-agar, lemper, dadargulung, dll) yang semenjak doeloe nenek moyang kita sudah biasa membungkus secara turun temurun dari pembungus alami yang bernama daun pisang, sekarang  malah mesti dibalut lagi dengan lembaran plastik bening yang tebal?

Yang lebih mengherankan  lagi, ketika saya membeli lemang di pusat jajanan tradisonal di Jakarta pekan lalu, saya menemukan produk lemang modern yang berbalut plastik bening sepenuhnya. Selama ini yang namanya lemang itu di Minangkabau adalah beras ketan dibalut daun pisang yang dimasukkan ke dalam bambu kemudian dipanasi pelan-pelan (basa Minang : disangai) di atas tungku bara batok kelapa sampai matang, (persis seperti membakar sate). Kini, lemang yang rasanya masih tetap khas Minang tersebut, ketika dihidangkan ke meja tidak ada lagi kulit daun pisangnya. Semua diganti dengan plastik bening yang agak tebal dibandingkan dengan kantong plastik tipis  sebagai kemasan belanja di pasar tradisonal.

Dalam kesempatan ini, saya tidak akan bicara dari segi kesehatan apakah lemang  dalam bambu yang disangai ditungku tersebut ---ketika dimakan pakai tapai ketan merah--- ada dampaknya bagi kesehatan manusia. Yang akan disorot ---sesuai dengan judul di atas--- adalah bertolak belakangnya perilaku kita sebagai anak manusia madani dengan kebijakan pemerintah dalam menjaga lingkungan hidup. Tampaknya, ada semacam "penyakit masa bodoh" dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang berusaha untuk melindungi konsumen dari korban pola hidup yang selalu memakai bahan plastik buat pembungkus kue-kuenya.

Tampaknya kebiasaan modern meninggalkan daun pisang sebagai alat pembungkus jajanan kampung (kue khas pendesaan) sudah semakin meruyak ke mana-mana. Yang lucunya, kue (khas pendesaan) tersebut dari dapurnya ada dibungkus dengan daun pisang hijau, tetapi ketika mau dipasarkan ditambah lagi dengan bungkus lapis kedua berbentuk plastik bening tebal. Kenapa mesti dilapisi lagi dengan plastik? Adalah sangat lucu ---untuk tidak saya katakan ironis--- kue-kue yang sudah matang dan siap untuk dimakan mesti ditambah lagi dengan pembungkus lapis kedua.

Ditengah usaha pemerintah untuk menekan sekuat mungkin pertambahan limbah plastik dimana-mana, pedagang yang memproduksi kue (khas pendesaan) malah semakin banyak berbuat menantang kebijakan sadar lingkungan tersebut.

Adanya kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan UU Lingkungan Hidup (yang diadaptasi dari PBB di New York) adalah sebagai komitmen bahwa Indonesia adalah negeri perduli lingkungan. Undang-Undang (UU) yang mengatur pengelolaan sampah di Indonesia adalah UU No. 18 Tahun 2008. UU ini menyebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Selain UU tersebut, ada beberapa peraturan lain yang mengatur pengelolaan sampah, di antaranya:

  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 yang mewajibkan setiap orang untuk mengurangi dan menangani sampah.
  • Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen. Permen ini meminta produsen untuk memiliki peta jalan pengelolaan sampah mulai dari pembatasan, daur ulang, hingga pemanfaatan kembali.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Jadi, secara resmi sudah diketahui oleh dunia luar, bahwa kita adalah negara beradab yang taat pada peraturan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kepada masyarakat madani pun  ---belakangan ini--- melalui televisi disiarkan berulang-ulang budaya recycle . Daur ulang atau recycle adalah proses pengolahan kembali sampah atau barang bekas menjadi bahan baku baru yang bisa digunakan kembali. Daur ulang merupakan salah satu prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang bertujuan untuk mengurangi sampah dan dampak negatifnya terhadap lingkungan.

Ketentuan dan perundang-undangan tampaknya sudah cukup lama adanya di republik ini. Sosialisasi dengan menggunakan media massa pun cukup banyak, baik melalui televisi, radio atau pamflet di papan-papan reklame di pingir jalan raya. Tampaknya pemahaman masyarakat --- pembuat kue (khas pendesaan) --- terhadap sampah plastik inilah yang masih kurang. Kalau saja dipahami sampah plastik berdampak memilukan pada nasib & kehidupan anak cucu mereka kelak seratus tahun ke depan, tentu mereka tidak akan masa bodoh.  Kalau saja pemakaian plastik yang tidak pada tempatnya, seperti kasus kue (khas pendesaan) di atas, tentu kue-kue yang sudah dibungkus dengan daun pisang tidak perlu lagi mereka gandakan dengan bungkusan plastik tebal. Dan, tentu pula pembuat lemang yang dilapisi plastik tidak akan pernah ada, meski inovasi dalam dunia perkuean yang bernama lemang mereka anggap praktis dan hemat. Tidak perlu bersusah-susah mencari/ membeli daun pisang hijau ke kebun-kebun di pinggir pendesaan.

Foto dokumentasi Muchwardi Muchtar
Foto dokumentasi Muchwardi Muchtar

Tampaknya pemerintah harus lebih nyinyir lagi untuk mensosialiasikan  (via media massa dan medsos) berapa lama waktu sampah plastik terurai. Kalau saja saudara-saudara kita pemroduksi sampah plastik menyadari bahwa plastik adalah zat yang paling lama musnahnya dibandingkan dengan besi,  tentu kelakuan mereka yang suka menambah bungkusan plastik pada kue-kue yang sudah dibungkus daun pisang tidak akan terjadi. Dan, inovasi pembungkus lemang pakai plastik bening tebal pengganti daun pisang tidak akan mereka lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun