Mohon tunggu...
Muchson Thohier
Muchson Thohier Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa

Rindu Harmoni

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sejatinya Pernikahan Sebuah Akad yang Agung

1 Februari 2014   13:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:15 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu Selasa, 22 Oktober 2013,  seluruh mata media menatap dengan seksama. Seakan mereka ingin menjadi saksi pertama dan segera mengabarkan kepada khalayak luas atas sebuah peristiwa besar, bersejarah dan istimewa. Apa yang sebenarnya terjadi? Tepat pukul 09 00 di masjid Panepen Keraton Yogyakarta dilangsungkan prosesi ijab kabul, sebagai penanda berawalnya ikatan pernikahan antara KPH Notonegoro dengan Putri Bungsu Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hayu.

Pernikahan yang oleh media disebut sebagai Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta itu  sungguh menyita perhatian publik. Oleh media, khususnya televisi, dari mulai acara persiapan, pelaksanaan ijab kabul, acara panggih temanten, kirab, hingga pesta yang dihadiri ribuan undangan,  dikabarkan secara “live”. Jadilah publik menjadi saksi atas pernikahan yang ternyata memang “agung’ itu.

Kurang lebih dua tahun sebelumnya tepatnya Hari Kamis, 24 Nopember 2011 di Istana Cipanas juga berlangsung prosesi ijab kabul yang tak kalah megahnya. Hari itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang berbahagia. Edhie Baskoro Yudhoyono atau lebih dikenal dengan Ibas sedang mengikrarkan janji suci pernikahan dengan Siti Ruby Aliya Rajasa, putri dari Hatta Rajasa yang tak lain salah satu menteri senior dalam kabinet pemerintahan SBY.

Setiap hari selalu ada orang yang berbahagia merayakan pernikahan. Setelah sekian lama menunggu, tibalah saatnya dua manusia yang berlainan jenis melanjutkan kedekatan mereka dalam sebuah ikatan yang agung, suci dan istimewa. Dalam al Qur’an ikatan itu disebut dengan istilah mitsaqan ghalidza, sebuah ikatan yang kuat, ikatan yang kokoh.

Istilah mitsqan ghalidza dalam al Qur’an ditemukan sebanyak 3 kali. Yang pertama berkait dengan perjanjian antar suami istri. Hal ini tercantum dalam surat an Nisa ayat 21. Kedua berkait dengan perjanjian Allah dengan para nabi-Nya (QS: Al ahzab: 7). Sedang yang terakhir menginformasikan Allah mengangkat bukit Sinai di atas Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia kepada Allah(QS: An Nisa: 154). Dari sini bisa dikatakan bahwa al Qur’an memandang pernikahan sesuatu yang agung. Seagung perjanjian Allah dengan para nabi maupun perjanjian Allah dengan hamba-hamba yang bertakwa.

Sejatinya pernikahan merupakan peristiwa yang agung, dengan atau tanpa pesta yang mewah sekalipun. Dua anak manusia mengucapkan janji suci, sepakat menjadi pasangan suami istri. Dua anak manusia menjalani sebuah akad atas nama Tuhan untuk saling berbagi suka dan duka, berbagi cinta dan kasih sayang. Oleh akad nikah seseorang yang bahkan sebelumnya tidak saling mengenalpun berdampingan sebagai mitra dengan dikarunia hak dan kewajibannya masing-masing.

Maka beragam cara dipilih untuk mengekspresikan suka cita atas peristiwa yang agung itu. Dua kisah di atas diantaranya. Ekspresi yang lain amat mudah disaksikan di sekitar kita. Cara merayakan pernikahan biasanya ditentukan oleh tradisi yang berkembang di masyarakat, kemampuan finansial, ajaran agama yang dianut dan semacamnya. Wujud dari acara perayaan itu sendiri pun beragam. Dari mulai yang biasa, lumrah sebagaimana umumnya, megah dan mewah, super mewah,  unik bahkan ada yang terkesan “aneh”.

Di banyak tempat karena berbagai keterbatasan prosesi ijab kabul berlangsung sederhana. Tanpa sorot kamera. Tak ada tokoh-tokoh besar, baik itu pejabat maupun ulama. Hanya ada calon pengantin, wali, dua orang saksi dan Penghulu yang memimpin prosesi itu. Tiada pesta yang mewah, hidangan seadanya. Namun tetap saja pernikahan menjadi sesuatu yang agung. Dua manusia yang berlainan jenis itu telah disatukan dalam sebuah ikatan suci. Mereka menjadi halal terhadap yang lain. Mereka dibolehkan untuk istimta’ (bersenang-senang) dan melakukan wath’i (bersetubuh). Hak istimewa yang hanya diperuntukkan bagi seorang suami atas isterinya dan begitu pula sebaliknya. Mereka memikul amanah untuk saling melengkapi, saling memperindah dan saling membahagiakan.

Pesta Monggo, Niat Mulia: Harus!

Tak ada larangan untuk merayakan pernikahan dengan pesta. Sepanjang kegiatan pesta itu sendiri tak melanggar ketentuan-ketentuan agama. Hanya memang kaitannya dengan pesta ini selayaknya hati-hati, jangan sampai kemanfaatan dari pesta lebih sedikit dari madharat atau kerugian yang ditimbulkannya. Tak bijak bila demi sebuah pesta yang “wah” mesti pinjam sana sini. Tak elok juga demi merayakan suka cita mesti memberatkan pihak lain misalnya calon suami atau keluarganya. Tak layak juga bila merayakan keagungan pernikahan mesti ada minuman keras, narkoba, “pamer” ini itu yang tak sepantasnya.

Silahkan menggelar pesta sebagai perwujudan rasa syukur karena Tuhan telah mempertemukan dua manusia terbaik. Bila anda seorang laki-laki, entah jejaka ataukah duda status anda,  setelah sekian lama resah menunggu siapa calon istri anda, lalu Tuhan mengirimkan seorang perempuan sebagai jodoh anda dan pasti oleh Tuhan dipilihkan yang terbaik - karena tidak mungkin Tuhan salah memilihkan jodoh, maka sambut dan rayakanlah kehadirannya. Begitupun bila anda seorang perempuan, perawan ataukah janda, sebagaimana fitrahnya manusia yang rindu pendamping dan rindu menyalurkan hasrat-hasrat biologis pada lawan jenis, kemudian Tuhan mengirimkan seorang lelaki terbaik untuk melengkapi hidup anda, menjadi belahan hati dan kawan berbagai, maka sambut dan rayakanlah kehadirannya. Tapi harus diingat, jodoh adalah anugerah Tuhan. Maka sambut dan rayakanlah sesuai dengan koridor-korodor yang digariskan Tuhan.

Saat Khadijah menikah dengan Nabi Muhammad, waktu itu  diadakanlah perayaan yang cukup meriah. Maklumlah Khadijah adalah seorang pedagang yang cukup sukses di kota Mekkah. Sehingga banyak kolega bisnis, sanak kerabat dan tokoh-tokoh terkemuka yang hadir. Saat Nabi menikahi Shafiyah, beliau menyelenggarakan walimah selama tiga hari dan menjadikan kemerdekaan shafiyah sebagai mahar. Esensi pesta pernikahan atau walimah adalah bentuk syukur kepada Tuhan sekaligus i’lan (pengumuman) kepada khalayak bahwa telah terjadi pernikahan antara si fulan dan si fulanah. Namun tentu walimah atau pesta pernikahan ini mesti menyesuaikan dengan kondisi masing-masing orang dan lingkungan di mana dia tinggal.

Dan sejatinya ada yang lebih penting dari sekedar masalah pesta adalah meneguhkan niat-niat mulia sebelum dan selama menjalani pernikahan. Hanya sayang tak sedikit calon pengantin dan keluarganya lebih disibukkan urusan pesta: gaun yang dipakai, gedung tempat pesta di gelar, jamuan-jamuan yang akan disuguhkan dan siapa-siapa tamu yang diundang daripada menyiapkan hal-hal yang  bersifat mental-spiritual itu.

Bagi calon pengantin teguhkan dalam hati saat memutuskan menikah, pertama, awali dengan niat ibadah. Sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada Tuhan. Dengan niat ibadah ini, maka akan menjadi fondasi yang kokoh bagi bangunan sebuah rumah tangga. Bila niatnya adalah ibadah pastinya ajaran-ajaran Tuhan yang digunakan sebagai pedoman dalam mengemudikan biduk rumah tangga. Dan sesungguhnya dengan mengambil ajaran Tuhan atau agama sebagai pedoman, seseorang akan menemukan solusi dari beragam persoalan yang dihadapinya.

Bisa dibilang ragam masalah kehidupan dapat dipilah menjadi dua: kenikmatan dan penderitaan. Saat seseorang mendapati kebahagiaan hidup, agar manusia tidak lalai dalam kubang kenikmatan itu, agama menuntun manusia untuk bersyukur. Tanpa disertai rasa syukur kebahagiaan, kenikmatan, kesenangan, bisa menjerumuskan manusia pada perilaku sombong, egois, dan semacamnya. Tidak sedikit biduk rumah tangga terhempas justru pada saat mereka menikmati puncak kesuksesan dalam bidang ekonomi, karir politik dan popularitas.

Saat seseorang mendapati penderitaan, kesusahan, hal-hal yang tak mengenakkan dalam hidup, agama mununtut untuk bisa berlaku sabar. Hanya kesabaran yang bisa membuat manusia arif menyikapi penderitaan sembari mencari hikmah yag mungkin tersembunyi di dalamnya. Dengan kesabaran manusia diselamatkan dari sikap emosional yang berlebihan yang sering menambah runyam persoalan. Tidak sedikit pula rumah tangga yang mesti berakhir pada saat tidak tahan mendapati penderitaan demi penderitaan. Berbagai ujian itu tidak menuntun mereka untuk solid dan kompak namun jatuh pada sikap saling menyalahkan.

Pendek kata saat seseorang menjadikan agama sebagai pedoman dalam hidup dia akan siap mengarungi kehidupan baik saat suka maupun duka, saat bahagia maupun menderita. Sikap syukur dan sabar akan membuatnya menjadi manusia yang tidak mudah terombang-ambing dalam hempasan persoalan. Karena dua hal itu sejatinya menjadi jawaban dari setiap persoalan yang datang.

Kedua, teguhkan dalam hati dan wujudkan dalam perilaku nyata untuk menjadikan pernikahan itu sebagai pernikahan yang langgeng. Semoga kebersamaan itu abadi, tidak hanya di dunia namun hingga nanti di syurga Tuhan di alam keabadian. Komitmen ini teramat penting mengingat begitu banyaknya godaan dan cobaan dalam sebuah rumah tangga. Adakalanya saat persoalan pelik mengguncang sebuah keluarga, datang bisikan dari kanan kiri yang terdengar indah agar pernikahan di akhiri saja. Padahal bisikan itu sebenarnya hanyalah rayuan fatamorgana dari pihak-pihak yang tak bertanggung-jawab, yang hanya mendatangkan penyesalan di kemudian hari.

Berapa banyak rumah tangga yang mesti karam sebelum sampai tujuan karena terbujuk oleh rayuan-rayuan manis itu. fenomena PIL (pria Idama Lain) maupun WIL (Wanita Idaman Lain) menjadi salah satu yang mengancam langgengnya sebuah pernikahan. Benar bahwa seorang suami atau istri pastilah memiliki kekurangan. Namun harusnya kekurangan, ketidak-sempurnaan itu bukan digunakan sebagai alasan untuk mencari-cari kesalahannya, memarahinya, atau bahkan meninggalkannya. Harusnya kekurangan pasangan menjadi lahan amal shaleh, lahan amal untuk menuai kebaikan demi kebaikan. Bila kesadaran ini sudah terpatri dalam diri setiap pasangan lambat laun keluarga atau pasangan itu tentu akan bertambah kebaikannya dari waktu ke waktu.

Ketiga, meneguhkan niat menjadikan pernikahan sebagai basis perjuangan. Pernikahan tidak hanya sekedar penyaluran hasrat seksual dan mendapatkan keturunan. Kalau hanya demi seks dan keturunan, apa bedanya manusia dengan binatang. Manusia sebagai makhluk yang mulia mesti memiliki misi yang lebih mulia dari binatang dengan menjadikan pernikahan sebagai media penyaluran seks yang bermartabat dan menyaipkan keturunan yang shalih dan berkualitas. Menjadikan keluarga sebagai basis perjuangan untuk menebarkan manfaat pada sebanyak mungkin orang, apapun latar-belakang orang itu.

Perjuangan pertama tentu menata dan menghias diri sendiri. Suami berusaha menjadi suami yang terbaik untuk istri dan menyiapkan diri sebagai bapak yang terbaik untuk anak-anaknya kelak. Seorang istri berusaha menjadi istri terbaik dan belajar memantaskan diri menjadi ibu yang terbaik bagi anak-anak pada saatnya tiba. Bila dua sejoli ini telah beres urusan-urusan domestiknya, lanjutkan perjuangan itu ke ranah publik. Janganlah berjuang di luar rumah namun kondisi internal keluarga sendiri masih belum siap dan layak. Janganlah mengajak-ajak orang lain sementara diri sendiri belum menyambut ajakan itu. Suatu ketika bisa menjadi bumerang.

Karenanya silahkan menyiapkan pesta pernikahan, sebagai ekspresi rasa syukur kepada Tuhan dengan berbagi kegembiraan pada sesama. Namun ingat siapkan pula niat-niat mulia saat menikah agar esensi rasa syukur dari pesta pernikahan  spiritnya terus terjaga dan bisa bersinergi dengan proses aktualisasi niat-niat mulia itu sehingga ruh dan tujuan pernikahan  semakin hari semakin dekat dan nyata.

Wallahu a’lam bi al shawab

REMBANG, 01 PEBRUARI 2014

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun