Golongan putih atau biasa disebut golput diartikan sikap atau pilihan yang sengaja tidak memberikan hak suara dalam Pemilu atau Pilkada. Namun, golput bukanlah sesuatu yang diperbolehkan saat ini.
Dalam perspektif sejarah, Golput dimotori oleh Arif Budiman (Dosen UKSW saat itu) yang dimaksudkan sebagai sikap politik terhadap kebijakan orde baru (Rezim Soeharto) yang dinilai sangat otoriter dan pemilu hanya sebagai kamuflase demokrasi.
Artinya memberikan suara atau tidak dalam pemilu hasilnya tidak akan ada pengaruhnya apa apa untuk perbaikan kehidupan bangsa Indonesia.
Logika publik beranggapan bahwa golput jika dilakukan untuk dirinya sendiri tidak bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum atau pidana pemilu karena golput merupakan hak politik warga negara.
Jika berusaha memengaruhi atau mengajak orang lain agar tidak memberikan hak pilihnya bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum atau pidana pemilu.
Pertanyaannya, mungkinkah seseorang atau kelompok yang golput bisa diberi sanksi pidana? Golput yang seperti apa yang masuk kategori pidana pemilu? Dan apakah ada golput yang tidak bisa di jatuhi hukuman pidana pemilu?
Pasal Tentang Golput
Sebenarnya istilah atau nomenklatur Golput tidak dikenal dalam regulasi yang berkaitan dengan pemilu.
Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU juga tidak mengenal istilah golput.
Yang dikenal adalah istilah mempengaruhi atau mengajak memilih atau tidak memilih peserta pemilu tertentu.
Pasal yang dapat di perumpamakan (dikiyaskan) dengan Golput tertera dalam undang undang nonor 7 tahun 2017 tentang pemilu khususnya pasal 515.