Mohon tunggu...
Muchammad Thoriq
Muchammad Thoriq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sepinya Wisata Bromo Saat Nataru: Kajian Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Trip

Sepinya Wisata Bromo Saat Nataru: Kajian Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pariwisata

1 Januari 2025   20:50 Diperbarui: 1 Januari 2025   20:46 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) tahun ini membawa fenomena yang cukup mengejutkan di Gunung Bromo. Jumlah wisatawan yang jauh di bawah ekspektasi menjadi perhatian utama, khususnya bagi pelaku usaha pariwisata yang biasanya mengandalkan momen ini untuk meraup pendapatan maksimal. Dua hal utama disebut sebagai penyebabnya: curah hujan tinggi dan peningkatan harga tiket masuk yang signifikan.  

Perubahan harga tiket masuk ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berdasarkan PP 36/2024 dirancang untuk memaksimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun, kebijakan ini justru memicu kekhawatiran terkait dampaknya terhadap jumlah wisatawan. Untuk wisatawan domestik, tarif Rp 54 ribu di hari biasa dan Rp 79 ribu saat akhir pekan dianggap cukup memberatkan, terlebih jika fasilitas yang tersedia tidak sesuai harapan. Tarif ini bahkan lebih dirasakan oleh wisatawan asing, yang dikenakan biaya sebesar Rp 255 ribu per orang. Dalam konteks persaingan pariwisata di Asia Tenggara, biaya ini berpotensi membuat Gunung Bromo kalah bersaing dibandingkan destinasi lain yang menawarkan harga lebih terjangkau dengan fasilitas memadai.  

Musim penghujan merupakan tantangan yang tidak bisa dihindari, di mana intensitas hujan lebat kerap mengganggu kenyamanan dan aksesibilitas wisatawan. Meski demikian, situasi ini dapat diatasi dengan menghadirkan inovasi wisata. Misalnya, menciptakan atraksi wisata berbasis ruang tertutup atau menghadirkan pengalaman unik berupa tur menikmati kabut hujan yang dikemas dengan cara menarik.  

Para pelaku usaha pariwisata, seperti pengelola penginapan, penyedia jasa transportasi, hingga pedagang makanan, merupakan pihak yang paling terdampak. Minimnya pengunjung saat Nataru mengancam stabilitas ekonomi mereka, padahal biasanya momen ini menjadi puncak pendapatan dalam satu tahun.  

Untuk mengatasi sepinya kunjungan wisatawan di Gunung Bromo saat Nataru, beberapa langkah strategis perlu dilakukan. Pertama, pihak pengelola Taman Nasional bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) perlu mengevaluasi kebijakan tarif masuk dengan pendekatan yang lebih fleksibel, seperti diskon musiman, tarif khusus untuk kelompok tertentu, atau promosi paket wisata keluarga. Selain itu, diversifikasi produk wisata menjadi langkah penting untuk menarik wisatawan meskipun di musim penghujan, misalnya dengan mengembangkan tur budaya yang mengangkat tradisi masyarakat Tengger atau menyelenggarakan festival lokal sebagai atraksi tambahan. Di sisi lain, peningkatan kualitas fasilitas dan pelayanan di lokasi wisata juga harus menjadi prioritas agar sesuai dengan tingginya tarif yang dibebankan. Hal ini meliputi perbaikan infrastruktur, kebersihan, dan kenyamanan yang mampu meningkatkan kesan positif dari pengunjung. Dengan kombinasi strategi ini, diharapkan Gunung Bromo dapat kembali menjadi destinasi unggulan yang diminati wisatawan, bahkan dalam kondisi cuaca yang kurang mendukung.  

Fenomena sepinya wisatawan di Gunung Bromo saat libur Nataru merupakan sinyal untuk perbaikan menyeluruh. Pariwisata tidak hanya soal pemasukan negara, tetapi juga berkaitan erat dengan keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal dan reputasi Indonesia sebagai tujuan wisata kelas dunia. Dengan evaluasi kebijakan yang matang, inovasi, serta kerja sama lintas sektor, Gunung Bromo berpotensi kembali menjadi magnet wisata, bahkan di tengah kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Sebagai tambahan, penting bagi pemerintah daerah dan pihak swasta untuk memperluas jaringan promosi internasional. Misalnya, menggaet agen perjalanan luar negeri untuk menawarkan paket wisata Bromo yang lebih kompetitif. Selain itu, pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata, seperti pelatihan pemandu wisata atau pengembangan usaha kecil, juga dapat menjadi langkah strategis untuk mendukung keberlanjutan ekonomi di wilayah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun