Mohon tunggu...
Muchammad Nasrul Hamzah
Muchammad Nasrul Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Asli

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Film India: Dari Karya Jiplakan hingga Kartel Mafia

24 Juni 2020   13:57 Diperbarui: 24 Juni 2020   20:04 1721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Poster film India: (Sumber: sacnilk.com)

Aamir Khan tidak malu-malu saat memainkan agedan menyanyikan lagu Aisa Zakhm Diya Hai di film Akele Hum Akele Tum pada sekitar tahun 1990-an. Intro lagu tersebut diketahui meniru mentah-mentah lagu Child in Time karya Deep Purple.

Masih dalam soundtrack film yang sama, lagu Raja ko Rani se Pyaar juga diketahui mengimitasi lagu Andy Williams Speak, Softly Love yang juga menjadi bagian original soundtrack (OST) film fenomenal Godfather. Lagu Dil Meraa Chura ya Kyoon di Akele Hum Akele Tum juga mengambil hampir 90 persen nada lagu Last Christmas yang dinyanyikan oleh Wham!

Bukan itu saja, cerita film Akele Hum Akele Tum disadur mentah-mentah dari film Krammer vs Krammer yang dibintangi Dustin Hofmann dan Merryl Step.

Contoh di atas merupakan bukti bahwa industri film india atau yang tenar dengan nama Bollywood, banyak meniru atau memplagiasi cerita ataupun lagu dalam sebagian karyanya.

Lebih menarik untuk diulas, beberapa lagu yang memang plagiat itu tidak dicantumkan nama pemilik karya aslinya, melainkan dilabeli nama pencipta lagunya yang merupakan musisi ternama di India.

Bahkan, lebih parah lagi, lagu plagiat dari India itu, beberapa juga diplagiasi ulang menjadi lagu hits di Indonesia.

Penulis ambil contoh dari lagu Chura Liya Hai dari film Yadoon ki Bharat pada tahun 1973.

Lagu tersebut pada bagian intro meniru mentah-mentah If it Tuesday, Must be Belgium yang dilantunkan Bojour. Kelebihan Chura Liya Dil lagu ini tidak sepenuhnya plagiasi lantaran pada bagian reff dan chorus adalah baru yang disajikan komposer.

Namun, lagu yang sebagian isinya meniru ini ternyata di plagiasi mentah-mentah menjadi lagu dangdut berjudul Bunga Mawar yang dinyanyikan oleh Erna Sari. Lagu itu dalam album Erna Sari ditulis penciptanya adalah Didiet Pri.

Penelusuran akan karya lagu dan film yang ada di India ini semakin merebak beberapa tahun terakhir. Bahkan, hasil pantauan penulis, tak sedikit Youtube Channel membahas masalah plagiasi lagu ini dengan membeberkan karya aslinya.

Hal ini bisa dimaklumi, lantaran perkembangan teknologi dan informasi yang semakin cepat di dunia maya. Berbeda mungkin pada era tahun 1970 sampai dengan era awal tahun 2000 an penggunaan internet tidak semasif saat ini.

Jadi bisa saja, karena keterbatasan ruang lingkup masyarakat mendengarkan lagu dari luar negeri menjadi bahan bagi para pencipta lagu untuk mengawali karya mereka dengan sedikit mengimitasi atau menggubah lagu milik orang lain.

Pada era itu, mungkin saja saluran publik untuk mendengarkan lagu hanya dari radio setempat yang biasanya memutar lagu lokal yang itu-itu saja, sehingga "stock of knowledge" mereka tentang lagu masih kurang.

Tak heran, jika beberapa komposser lagu di India mulai dari RD Burman sampai Anu Malik, tak segan menampilkan gubahan karya lagu dengan kemasan yang baru.

Memang tidak semua lagu diambil mentah-mentah dari aslinya, namun ada sedikit penambahan sesuai dengan selera telinga orang India atau pecinta film India.

Kendati, bagaimanapun, hal ini tetap menjadi kontroversi lantaran meniru karya orang lain bisa merupakan pelanggaran hak cipta.

Bukan saja pada soundtrack, beberapa film diketahui juga mengimitasi mentah-mentah cerita dari film Bollywood ternama.

Sebagaimana penulis katakan di atas, Akele Hum Akele Tum merupakan versi India dari film Krammer Vs Krammer, atau film horor India berjudul Raaz yang tak lain ceritanya sama dengan film What Lies Beneath yang diperankan Harrison Ford dan Michelle Pfeiffer.

Film fenomenal Shah Rukh Khan berjudul Daar juga diambil dari kisah novel The Kiss Before Dying yang difilmkan di Hollywood pada tahun 1956. Banyak film di Bollywood diketahui mengambil cerita dari film-film luar negeri, mengemasnya dengan gaya baru dan hasilnya disukai oleh masyarakat.

Anehnya, film India itulah yang mengenalkan penulis kepada film aslinya. Pengalaman yang sama juga disebutkan oleh Makhfud Ikhwan dalam bukunya Aku dan Film India Melawan Dunia.

Ia juga menuturkan baru mengetahui beberapa film Hollywood setelah sebelumnya menonton film India. Bahkan, versi Indianya lebih mengena dibanding film aslinya.

Latar kenapa film India banyak menyadur cerita dan lagu dari karya orang lain, dalam sebuah wawancara seorang produser ternama Mahesh Bhatt sempat menuturkan jika film adalah tentang daya tarik masa, bukan dari orisinalitas maupun kreatifitas.

Menurutnya, film tidak sukses karena originalitas atau plagiat. Tetapi bagaimana film bisa menarik massa dan menghiburnya.

Mahesh Bhatt sempat menegaskan jika filmnya berjudul Dil Hai ke Maanta Nahin memang diambil dari karya klasik India berjudul Chori-Chori. Film itu tidak orisinal melainkan menyadur dari film Hollywood berjudul It Happened One Night.

Namun, Mahesh Bhatt menegaskan, jika ia memberikan sesuatu yang baru ke dalam film sehingga enak dan layak ditonton oleh pemirsa. Apalagi kala itu, film diperankan oleh aktor pendatang baru yang sedang berbinar yakni Aamir Khan dan Pooja Bhatt.

Tapi tidak semua film India merupakan hasil saduran. Ada beberapa karya klasik dari film India yang bahkan dinominasikan untuk festival bergengsi yakni Piala Oscar.

Beberapa judul seperti Mother of India dan bahkan film Shah Rukh Khan berjudul Devdas pernah meramaikan festival film kelas wahid tersebut.

Nampaknya, apa yang dikatakan Mahesh Bhatt seperti penulis diatas bisa jadi kurang tepat dari satu segi. Jika anda sudah menonton film 3 Idiots atau film P.K" yang diperankan Aamir Khan, maka karya itu betul-betul orisinil dan mendapat sambutan antusias dari penikmat film dari berbagai negara.

Bahkan, beberapa kawan penulis yang semula antipati dengan film India, langsung terpesona usai menonton dua film tersebut.

Plagiat dan Dugaan Kartel dalam Industri Bollywood

Gary K Busch pernah menerbitkan artikel yang diunggah ke laman Academia dengan judul "The Rise of The Indian Mafia and Bollywood,". Panjang lebar ia mencoba memetakan tentang mafia di India yang menguasai sektor perekonomian. Ia menyebut satu nama, yakni Karim Lala atau yang biasa dikenal dengan Haji Mastan. Lalu, ia sampai pada pembahasan jika Industri Bollywood tak lepas dari peran mafia yang menanamkan modal.

Nama Haji Mastaan ia sebut sebagai salah satu sosok yang menanamkan banyak modal di Industri Bollywood dan memproduksi filmnya sendiri.

Pintu masuk ini, bisa menjadi dasar analisa kenapa banyak film Bollywood yang mengimitasi kisah dari film lain beserta soundtracknya.

Jika dikomparasikan dengan statemen Mahesh Bhatt, maka benang merah dari keduanya adalah ada pada laba dari film. Tidak peduli apakah film itu orisinal atau tidak, asal menghasilkan proyeksi potensi laba besar, maka film itu dibuat.

Seorang penulis bernama Chriss Dsouza bahkan dengan terang-terangan mengatakan jika pascaera 1950-an sampai sekarang, sebagian besar kualitas film India mulai menurun. Penyakit utamanya adalah plagiat.

Ia juga menyebut nama Haji Mastan sebagai salah satu penyebab kemunduran film India dari segi kualitas. Bahkan, kartel semacam ini masih berlaku meski nama Haji Mastan sudah memudar.

Ia mengatakan, ada dua hal kenapa banyak para produser dan sineas tetap menjiplak karya hingga saat ini.

Pertma, mereka tidak mau mengambil risiko dengan mencoba konsep dan gagasan baru dalam film. Kedua, publik India tidak tahu dan tidak peduli dengan film karya jiplakan. Dua hal itu menjadi analisa Dsouza.

Apa yang dikatakan Dsouza sebenarnya mengingatkan saya akan apa yang dilakukan oleh Shah Rukh Khan dan rumah produksinya bernama Red Chilli.

Dua film yang diproduseri Shah Rukh Khan berjudul "Zero" dan juga "Dear Zindagi" merupakan sebuah konsep baru yang ingin ditampilkan. Namun sayang, dua film ini gagal total dan dikabarkan merugi.

Apa yang ditulis Dsouza dan masih terjadi sampai hari ini bisa menjadi gambaran tentang bagaimana bisnis industri film Bolyywood masih dihantui karya jiplakan.

Kembali kepada Mahesh Bhatt ia mengucapkan, jika film tidak berkaitan dengan orisinalitas ataupun karya jiplakan. Film adalah industri hiburan. Ia dibuat untuk menghibur khalayak. Film sukses adalah film yang menghibur dan disaksikan banyak penonton.

Tak hayal, saat ini di India sedang ramai "Crore Club", di mana film dinilai dari segi pemasukkannya, bukan dari kualitasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun